KabarBaik.co — Perjuangan menekan angka perkawinan anak belum usai. Meski trennya menurun, Satgas Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak Kabupaten Gresik menegaskan target utama masih jauh: nol perkawinan anak. Rapat koordinasi lintas sektor kembali digelar pada Rabu (23/7) bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) ke-41 yang mengangkat tema “Hak Sipil dan Kebebasan”.
Rapat koordinasi ini menghadirkan berbagai elemen penting, mulai dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD), lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat, hingga Forum Anak. Semua tergabung dalam satu gerakan yaitu Satgas Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak Kabupaten Gresik.
Data yang disampaikan Pengadilan Agama (PA) Gresik dalam forum itu menyebutkan, jumlah perkara dispensasi kawin (diska) terus menurun dari tahun ke tahun. “Pada 2023 ada 201 perkara, tahun 2024 turun menjadi 179 perkara, dan hingga semester pertama 2025 tercatat 70 perkara,” kata Kepala Dinas KBPPPA Gresik, Titik Ernawati, saat dikonfirmasi pada Kamis (24/7).
Meski ada penurunan, Titik menekankan bahwa angka itu masih harus ditekan lagi. “Dari tahun ke tahun menurun karena upaya kita bersama. Tapi perjuangan belum berakhir karena target kita adalah nol perkawinan anak,” ujarnya.
Dinas KBPPPA Gresik menggarisbawahi bahwa upaya masif dilakukan melalui beragam strategi yang saling terhubung. Salah satunya adalah penguatan ketahanan keluarga, baik dari sisi ekonomi maupun pola pengasuhan, yang menjadi fondasi utama dalam membentengi anak dari risiko perkawinan dini.
Di sisi lain, pendekatan pengasuhan positif terus digalakkan, dengan mendorong keterlibatan aktif kedua orang tua dalam proses tumbuh kembang anak. Komitmen untuk menjamin hak-hak anak juga menjadi perhatian, termasuk dalam perlindungan dari praktik perkawinan dini yang kerap terjadi atas nama budaya atau kondisi sosial.
Pemerintah juga menggandeng OPD, lintas sektor, hingga media massa dalam memperluas jangkauan edukasi pencegahan perkawinan anak. Sementara itu, pendampingan psikologis bagi anak yang rentan atau bahkan sudah mengajukan dispensasi kawin, ditangani oleh tenaga profesional seperti konselor, psikolog, dan pakar yang berkompeten di bidangnya.
Di tingkat akar rumput, program Desa Ramah Anak terus diperkuat agar pencegahan berjalan dari lingkungan terdekat anak. Sekolah pun tak luput dari perhatian. Melalui gerakan Sekolah Ramah Anak, institusi pendidikan diajak menjadi ruang yang aman, mendukung, dan responsif terhadap persoalan-persoalan yang mengancam masa depan anak. Semua langkah ini berpadu dalam satu tujuan: memutus rantai perkawinan anak dari hulunya.
Langkah strategis lainnya adalah penyediaan Ruang Khusus di Pengadilan Agama Gresik untuk edukasi dan pemeriksaan psikologi bagi pemohon dispensasi kawin. Ruang ini merupakan hasil kolaborasi antara PA, Dinas KBPPPA, dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil). Program ini sudah berjalan dua tahun dan terbukti menurunkan angka diska secara signifikan.
“Hasil pemeriksaan psikologi menjadi bahan pertimbangan hakim sebelum mengambil keputusan. Ini penting, agar keputusan yang diambil tidak semata legal, tapi juga mempertimbangkan kondisi psikologis anak,” pungkas Titik. (*)