KabarBaik.co – Pengadilan Agama (PA) Malang Kelas IA mencatat tren positif dalam penurunan angka pernikahan dini di Kota Batu. Sepanjang Januari hingga September 2025, hanya terdapat 35 permohonan dispensasi nikah yang diajukan warga Kota Batu. Jumlah ini menurun tajam dibandingkan 2024 yang mencapai 148 permohonan.
Hakim Humas PA Malang, Sulaiman menjelaskan, data tersebut menunjukkan penurunan signifikan kesadaran masyarakat terhadap risiko menikah di usia muda. Menurutnya, masyarakat kini lebih berhati-hati dan tidak lagi menjadikan pernikahan sebagai solusi cepat atas permasalahan sosial.
“Angka permohonan dari Kota Batu tahun ini cukup rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ini pertanda positif bahwa masyarakat mulai memahami pentingnya kesiapan usia dan mental sebelum menikah,” ujar Sulaiman, Senin (13/10).
Dari total 35 permohonan, lanjut Sulaiman, 27 di antaranya diajukan oleh anak perempuan di bawah usia 19 tahun dan 8 lainnya anak laki-laki. Meski begitu, sebagian besar masih dipicu oleh kehamilan di luar nikah atau fenomena Married by Accident (MBA).
Secara wilayah, Kecamatan Bumiaji mencatat jumlah pengajuan dispensasi tertinggi dengan 18 kasus (15 anak perempuan dan 3 anak laki-laki). Disusul Kecamatan Batu dengan 13 permohonan, seluruhnya karena faktor kehamilan di luar nikah. Sementara Kecamatan Junrejo menjadi yang paling sedikit, hanya empat permohonan, semuanya dari anak perempuan.
PA Malang menilai penurunan angka ini tidak lepas dari efektivitas edukasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh berbagai instansi di Kota Batu, mulai dari Kementerian Agama (Kemenag) hingga Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A).
“Kami melihat sinergi antarinstansi berjalan baik. Edukasi hukum perkawinan, kesehatan reproduksi, dan kesiapan psikologis remaja memberi dampak nyata terhadap penurunan angka dispensasi nikah,” papar Sulaiman.
Sementara itu, Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kota Batu, Ahmad Jazuli, turut mengakui perubahan positif tersebut. Ia menilai masyarakat kini lebih terbuka untuk berkonsultasi sebelum mengambil keputusan menikah di usia muda.
“Dulu banyak orang tua buru-buru menikahkan anaknya karena tekanan sosial atau faktor ekonomi. Sekarang sudah mulai realistis, bahkan tidak sedikit yang datang berkonsultasi dulu sebelum mengajukan dispensasi,” terangnya.
Menurut Jazuli, edukasi yang dilakukan secara masif ke sekolah, pesantren, dan kelompok remaja menjadi kunci keberhasilan menekan angka pernikahan dini di Kota Batu. “Menikah bukan solusi instan. Kalau belum siap secara usia, mental, dan ekonomi, justru bisa menimbulkan masalah baru,” pungkasnya.
PA Malang berharap tren positif ini terus berlanjut sebagai bukti meningkatnya kesadaran hukum dan kesiapan masyarakat dalam membangun keluarga yang sehat dan bertanggung jawab. (*)