KabarBaik.co- Bencana yang menerjang wilayah Sumatera sejak 25 November 2025 itu telah menelan korban besar. Data dashboard BNPB yang dilihat pada Jumat (5/12) pagi, pukul 06.00 WIB, jumlah korban meninggal dunia mencapai 836 jiwa, 509 orang hilang, dan sekitar 2.700 orang terluka di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menengari dugaan keterlibatan 12 perusahaan dalam perusakan lingkungan yang memperparah banjir dan longsor besar di Sumatera. Temuan awal pemerintah menunjukkan adanya aktivitas ilegal yang merusak kawasan hutan dan daerah aliran sungai (DAS) di tiga provinsi terdampak.
Menhut Raja Juli Antoni mengungkapkan penyelidikan sedang berlangsung dan berpotensi menyeret lebih banyak pihak. “Tim Penegakkan Hukum masih memperdalam temuan di lapangan untuk memastikan subyek hukum yang bertanggung jawab. Hasil lengkap akan kami sampaikan kepada Komisi IV dan publik,” ujarnya dalam rapat dengan DPR RI, Kamis, 4 Desember 2025.
Menurut Raja Juli, bencana ini bukan semata akibat cuaca ekstrem, melainkan akumulasi kerusakan ekosistem di kawasan strategis lingkungan yang selama bertahun-tahun dibiarkan. Kehadiran siklon tropis Senyar hanya mempercepat keruntuhan daerah tangkapan air yang sudah kritis.
Berdasarkan investigasi Kemenhut dan analisis citra satelit 2019–2024, ditemukan kerusakan hutan yang masif di tiga provinsi:
Aceh
- 70 titik banjir pada 31 DAS
- Perubahan tutupan lahan: 21.476 hektar
- Lahan kritis: 217.301 hektare (7,1%)
Sumatera Utara
- 92 titik banjir di 13 DAS
- Perubahan tutupan lahan: 9.424 hektare
- Lahan kritis: 207.000 hektare (14,7%)
Sumatera Barat
- 56 titik banjir di 13 DAS
- Perubahan tutupan lahan: 1.821 hektare
- Lahan kritis: 39.816 hektare (7%)
Raja Juli menegaskan kerusakan tutupan hutan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan, menjadi faktor utama terganggunya fungsi DAS yang kemudian memicu banjir bandang dan longsor. “Ini peristiwa ekologis yang kompleks. Kerusakan DAS, kondisi geomorfologi, dan siklon tropis semuanya saling terkait,” katanya.
Kemenhut memastikan proses penegakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti terlibat akan dipercepat, menjadi sinyal bahwa pemerintah tidak lagi toleran terhadap pelanggaran lingkungan yang berujung bencana. (*)








