KabarBaik.co – Situasi di perbatasan Thailand dan Kamboja memanas. Bentrokan bersenjata pecah pada Kamis (24/7) di wilayah sengketa dekat Kuil Ta Moan Thom, Provinsi Oddar Meanchey, Kamboja barat laut. Insiden itu menewaskan dua warga sipil Thailand, melukai dua tentara, dan memicu evakuasi besar-besaran sekitar 40.000 warga dari 86 desa di Provinsi Surin.
Militer Thailand menyatakan pasukan Kamboja lebih dulu menerbangkan pesawat nirawak pengintai dan mengirim pasukan sebelum menembakkan artileri berat, termasuk roket BM-21. Namun, Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja menuding Thailand sebagai pihak pertama yang menyerang.
Mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, menuduh militer Thailand menembaki wilayah Oddar Meanchey dan Preah Vihear, sambil menyerukan masyarakat untuk tetap tenang dan tidak melakukan panic buying.
Ketegangan meningkat cepat setelah Thailand menurunkan hubungan diplomatik dengan Kamboja beberapa jam sebelumnya. Kedutaan Besar Thailand di Phnom Penh mengimbau warganya segera meninggalkan Kamboja. Militer Thailand merespons dengan mengerahkan jet tempur F-16 di perbatasan.
Bentrokan ini adalah yang kedua dalam beberapa bulan terakhir, setelah pada Mei lalu seorang prajurit Kamboja tewas akibat baku tembak singkat.
Akar Konflik dan Sejarah Sengketa
Sengketa perbatasan kedua negara berakar pada klaim tumpang tindih di sepanjang garis perbatasan sejauh 800 kilometer, dengan wilayah paling sensitif berada di kompleks Candi Preah Vihear berusia lebih dari 1.000 tahun.
Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan candi tersebut berada di wilayah Kamboja pada 1962, keputusan yang terus menjadi sumber ketegangan hingga kini.
Pada 2011, Kamboja kembali mengajukan kasus ke ICJ setelah bentrokan mematikan terjadi, dan pada 2013 ICJ menegaskan kembali kedaulatan Kamboja atas area tersebut. Namun, kali ini Thailand menolak upaya Kamboja untuk kembali membawa sengketa ke pengadilan internasional.
Krisis Politik Thailand Perkeruh Konflik
Krisis politik internal Thailand turut memperparah eskalasi. Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra ditangguhkan pada 1 Juli 2025 setelah rekaman percakapan bocor, di mana ia menyebut Hun Sen sebagai “paman” dan mengkritik militer Thailand.
Bocoran ini memicu gelombang protes nasionalis dan menyebabkan Partai Bhumjaithai keluar dari koalisi pemerintahan. Mantan Menteri Pertahanan Phumtham Wechayachai kini ditunjuk sebagai perdana menteri sementara.
Thailand menutup seluruh akses perbatasan kecuali untuk kebutuhan medis dan pendidikan. Kamboja membalas dengan sanksi ekonomi, melarang film Thailand, menghentikan impor BBM, buah, sayuran, serta memutus pasokan listrik dan internet dari Thailand.
Hingga kini, bentrokan di enam titik perbatasan telah menewaskan sembilan warga sipil Thailand dan melukai 14 lainnya di tiga provinsi.
Dasco Minta WNI Tetap Tenang
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad ikut angkat bicara terkait meletusnya perang antara Thailand dan Kamboja. Ia menegaskan, ribuan warga negara Indonesia (WNI) yang kini berada di dua negara itu diminta untuk tidak panik di tengah situasi genting.
“Kami mengimbau warga negara kita di Kamboja dan Thailand yang cukup banyak untuk tetap tenang,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/7).
DPR, kata Dasco, telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk terus memantau kondisi dan memberikan perlindungan maksimal kepada WNI. “Kemlu akan berkomunikasi secara intens dengan WNI di sana agar mereka merasa aman,” tambahnya.
Di tengah konflik ini, Indonesia diharapkan memainkan peran strategis sebagai jembatan perdamaian. Dasco menilai, hubungan Indonesia dengan Thailand maupun Kamboja selama ini cukup baik sehingga memungkinkan peran mediasi.
“Mudah-mudahan Kemlu maupun Presiden Indonesia bisa menjembatani agar hubungan kedua negara itu kembali harmonis,” ucapnya.
Saat disinggung kemungkinan membawa isu perang ini ke forum ASEAN, Dasco belum memastikan langkah tersebut. “Saya belum bertemu Presiden Prabowo Subianto, tapi kami akan sounding agar kawasan ASEAN tidak semakin bergolak,” jelasnya. (*)