KabarBaik.co- Kecelakaan maut yang terjadi di Tol Pasuruan-Probolinggo (Paspro) KM 835+600 pada Sabtu (14/7) dini hari, masih menyisakan duka mendalam bagi warga Nahdliyin. Khususnya di Jawa Timur. Seorang tokoh muda, cendekiawan, sekaligus ulama kharismatik, KH Taufik Hasyim, 43, wafat bersama sang istri, Nyai Amirotul Mawaddah, 29, setelah mobil yang mereka tumpangi menabrak truk tronton dari belakang.
Peristiwa memilukan itu terjadi sekitar pukul 02.00 WIB di wilayah Wonoasih, Kota Probolinggo. Mobil Toyota Innova Zenix bernomor polisi N 1086 EL yang ditumpangi KH Taufik bersama keluarganya melaju dari arah Pasuruan menuju Probolinggo di lajur lambat. Sopir mobil, Moh Sholehoddin, 26, diduga mengalami microsleep. Lalu, kendaraan hilang kendali dan menabrak bagian belakang truk Mitsubishi DK 8348 CT yang dikemudikan Siswoyo, 25.
Benturan keras di lajur lambat tol itu merenggut nyawa KH Taufik dan sang istri di tempat kejadian perkara (TKP). Sopir mengalami luka berat dan kini dirawat di RSUD Ar-Rozzy, Kota Probolinggo. Sementara itu, tiga penumpang lainnya yang turut dalam mobil, yaitu Moh Syakir, 7, Muhammad Ali, 4, dan Siti Sulaiha, 21, dilaporkan mengalami luka ringan.
Sosok Ulama Muda Penuh Dedikasi
KH Taufik Hasyim bukanlah nama asing di kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Di usianya yang masih muda, ia telah menjabat sebagai Ketua PCNU Pamekasan sekaligus Wakil Ketua PWNU Jawa Timur. Ia juga dikenal sebagai pemimpin dua pondok pesantren di Pamekasan dan Jember, serta aktif memimpin sebuah perguruan tinggi. Perannya yang besar di berbagai bidang menjadikan kepergiannya sebagai kehilangan yang mendalam bagi dunia keislaman, khususnya di Madura dan Jawa Timur.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa secara langsung datang melayat ke kediaman almarhum di Pondok Pesantren Bustanul Ulum, Desa Angsanah, Kecamatan Palengaan, Pamekasan, Minggu (15/6), sekitar pukul 16.00 WIB. Didampingi Bupati Pamekasan KH Kholilurrahman dan Wakil Bupati H. Sukriyanto, Khofifah menyampaikan duka mendalam atas wafatnya tokoh muda NU tersebut.
“Duka cita yang sangat mendalam atas meninggalnya beliau. KH Taufik Hasyim merupakan ulama muda dan cendekiawan. Di usia yang masih sangat muda, beliau sudah memimpin dua pondok pesantren dan perguruan tinggi. Ini bukan hal yang biasa,” ujar Khofifah haru.
Ia juga mengutip pesan almarhum Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bahwa hidup adalah perjuangan, dan setiap perjuangan butuh pengorbanan, dan setiap pengorbanan besar pahalanya.
Jejak Kehidupan yang Menginspirasi
Semasa hidupnya, KH Taufik dikenal sebagai pribadi bersahaja, penuh kasih, dan rendah hati. Kiprahnya tak hanya dirasakan oleh santri dan warga pesantren, tetapi juga masyarakat luas yang mengenalnya sebagai tokoh muda NU dengan semangat intelektual tinggi. Gelar doktornya, yang diraih di usia relatif muda, tidak menjadikannya jauh dari rakyat. Justru ia semakin dekat, menjadi jembatan antara pesantren, masyarakat, dan akademisi.
Kabar duka ini menyebar cepat di berbagai grup pesan singkat, disertai permintaan doa dari para sahabat dan Nahdliyin. “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Telah meninggal dunia saat ini juga Ketua PCNU Pamekasan KH Taufik bersama istrinya Nyai Hj Amirah. Mohon sambungan doa dan fatihah,” tulis salah satu pesan yang viral di grup WhatsApp warga NU.
Doa dan Harapan
Kepergian KH Taufik Hasyim dan istrinya meninggalkan luka mendalam. Namun dari luka itu tumbuh pula harapan, sebagaimana disampaikan Gubernur Khofifah: agar muncul generasi penerus yang memiliki dedikasi, kecerdasan, dan ketulusan seperti almarhum.
“Semoga Almarhum dan Almarhumah mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Semua amal ibadahnya diterima. Kami semua merasa sangat kehilangan,” tutup Khofifah.
Kini, jenazah KH Taufik dan istrinya telah dikebumikan di kompleks pesantren yang selama ini beliau bina. Tangis mengiringi kepergian mereka, namun doa dan kenangan akan dedikasi mereka akan terus hidup di hati umat. (*)