Dinamika Pemilihan Ketua Umum PWI Pusat: Sosok Jawa Timur sebagai Jalan Tengah

oleh -522 Dilihat
LOGO PWI

KabarBaik.co- Jelang Kongres Persatuan PWI Pusat di Bekasi, 29–30 Agustus 2025, kasak-kusuk kandidat ketua umum makin menghangat. Tarik-menarik dan faksi-faksi dukung-mendukung makin terang. Di tengah riuh itu, belakangan muncul kebutuhan akan sosok jalan tengah untuk meredakan ketegangan dan menyatukan visi organisasi, setelah sempat terjadi dualisme.

Menurut Sholahuddin, mantan wartawan senior Jawa Pos, situasi saat ini mengingatkan pada sejarah PWI di masa lalu. Ada dualisme yang terjadi setelah Kongres XIV PWI di Palembang pada Oktober 1970, yang menghasilkan dua kepengurusan PWI Pusat. Masing-masing saling mengklaim legitimasi. Satu kubu dipimpin oleh B.M. Diah dan kubu lainnya dipimpin oleh Rosihan Anwar.

“Akhirnya kita semua tahu, sejarah mencatat bahwa pada akhirnya dualisme tersebut berakhir oleh orang Jawa Timur. Yakni, Pak Harmoko, yang asli orang Nganjuk, kan,” ujarnya.

Harmoko terpilih sebagai Ketua Umum PWI Pusat pada Kongres XV di Tretes, Jawa Timur, pada Desember 1973, dan terpilih kembali hingga 1983. “Kala itu, Pak Harmoko dianggap mampu menjembatani perbedaan dan membawa PWI ke arah yang lebih stabil. Nah, insya Allah, saya berpandangan demikian juga PWI sekarang ini,” ungkapnya.

Menurut dia, saat ini ada begitu banyak tokoh pers asal Jawa Timur yang hebat. Mulai Dahlan Iskan, Dhimam Abror, Totok Suryanto, Ahmad Munir, Lutfil Hakim, dan banyak lagi senior-senior wartawan yang tidak diragukan lagi dedikasinya. Tentu tanpa mengabaikan tokoh pers dari daerah lain yang juga kredibel. Namun, di tengah kondisi seperti sekarang, butuh jalan tengah atau kandidat kompromi.

Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa figur dari daerah dengan tradisi pers yang kuat dan netralitas yang terjaga dapat menjadi solusi efektif di tengah kebuntuan. “Sejarah PWI pernah mencatat bagaimana peran strategis tokoh dari Jawa Timur dalam menyatukan organisasi. Saya kira, dinamika yang terjadi saat ini memang mirip dengan masa-masa itu, lepas dari akar masalahnya. Yang jelas, kebutuhan akan figur pemersatu sangat terasa,” ujarnya.

Sholahuddin meyakini, tokoh seperti Ahmad Munir atau Lutfil Hakim bisa menjadi bagian dari jalan tengah tersebut. “Beliau-beliau ini memiliki kapasitas kepemimpinan, integritas, dan kemampuan komunikasi yang diperlukan untuk membawa PWI ke depan. Kalau orang seperti Pak Dahlan dan Pak Abror kan kita tahu pasti tidak mau. Karena setiap orang ada zamannya, setiap zaman ada orangnya, kan. Tapi ini pandangan pribadi saya,” katanya.

Tentu saja, proses pemilihan di Kongres Persatuan PWI itu masih dinamis. Namun, dengan semakin kencangnya tarik-menarik di antara kubu-kubu yang ada, opsi untuk mencari figur penengah dari luar lingkaran konflik utama tampaknya bisa menjadi pertimbangan serius bagi para pemangku kepentingan di PWI.

Apakah sejarah akan terulang dan seorang tokoh dari Jawa Timur muncul lagi sebagai jawaban atas kebuntuan di PWI Pusat atau seperti apa? Semoga ada jalan terbaik. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.