KabarBaik.co – Aksi perusakan fasilitas kepolisian terjadi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Minggu (31/8) lalu. Sejumlah pos polisi dan Kantor Polsek Pakisaji dirusak oleh sekelompok pemuda yang bergerak konvoi menggunakan sepeda motor.
Dari hasil penyelidikan, Satreskrim Polres Malang telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka, terdiri dari 15 dewasa dan 6 anak-anak. Mereka diamankan dalam rentang waktu 31 Agustus hingga pertengahan September.
Perusakan pertama terjadi sekitar pukul 03.00 WIB di Pos Polisi Kebonagung. Kaca dan pintu pos rusak akibat lemparan batu. Aksi kemudian berlanjut ke Polsek Pakisaji yang mengakibatkan kerusakan pada gerbang, jendela, neon box, hingga kendaraan dinas.
Serangan tidak berhenti begitu saja. Para pelaku juga melempari Pos Pantau Simpang 4 Kepanjen serta Pos Laka 12.50 Satlantas di Jalan Sumedang hingga merusak kaca pos. Kapolres Malang, AKBP Danang Setiyo P.S., menjelaskan aksi tersebut dipicu provokasi di sebuah grup WhatsApp bernama TOETARA.
“Salah satu anggota grup membagikan poster bertuliskan ‘Teknis Lapangan Aliansi Malang Melawan’. Anggota lain menanggapi dengan narasi ‘pos polisi ae’ dan ‘ayoo sing bagian kabupaten dipecahi kabeh.’ Dari situ mereka terprovokasi untuk menyerang,” ungkap Danang di Mapolres Malang, Senin (22/9). Dia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan kriminalitas yang tidak bisa ditoleransi.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Malang, AKP Muchammad Nur, menyebut proses penangkapan dilakukan bertahap. Sebanyak 10 orang ditangkap pada 31 Agustus, enam orang pada 15 September, dan dua orang terakhir pada 16 September.
“Setiap tersangka memiliki peran berbeda, mulai dari melempar batu, merusak fasilitas, hingga menyebarkan provokasi di WhatsApp. Seluruhnya sudah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan,” ujar Nur.
Barang bukti berupa sepeda motor, ponsel, serta batu yang digunakan untuk merusak fasilitas polisi juga telah diamankan penyidik.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 214, 212, 160, 170 ayat (1) dan (2), Pasal 406 KUHP, serta Pasal 45A ayat (1) dan (2) jo Pasal 28 UU ITE No. 1/2024. Ancaman pidana maksimal mencapai 7 tahun penjara.
“Penanganan perkara kami kawal secara profesional dan transparan. Untuk tersangka anak, proses hukum tetap mengacu pada aturan yang berlaku,” tandasnya. (*)






