KabarBaik.co – Sebanyak 5 desa yang ada di tepian Sungai Bengawan Solo menggelar acara bertajuk Candra Benawa Getas. Kegiatan tersebut diinisiasi oleh desa yang berada di pinggiran Kabupaten Bojonegoro dan Blora yang identik dengan peradaban Sungai Bengawan Solo.
Festival Candra Benawa Getas diinisiasi oleh Desa Getas, Desa Jipang, dan Desa Ngloram Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, serta dua desa di Kabupaten Bojonegoro yakni, Desa Tebon, Kecamatan Padangan dan Desa Payaman, Kecamatan Ngraho, Jawa Timur.
Candra Benawa Getas merupakan festival pertama yang melibatkan dua provinsi dalam pelaksanaannya. Festival Candra Benawa ini secara energi sosial menjadikan Bengawan sebagai penyambung dua provinsi. Kegiatan dipusatkan di Desa Getas pada 5-6 Juli.
Dalam kegiatan itu, ada beberapa rangkaian acara yang dilaksanakan. Seperti Nyadran Akbar Sekar Benawa. Warga dari lima desa masing-masing mempersembahkan tumpeng berisi nasi takir dan kendi. Kemudian tumpeng itu diarak melalui jalur Sungai Bengawan Solo.
Warga di Desa Ngloram sebelumnya mengepung ambeng di situs yang ada di desa setempat, yakni Situs Wura-wari. Dari situs tersebut perangkat pemerintahan desa dan masyarakat kemudian mengarak tumpeng menuju ke Sungai Bengawan Solo dengan kesenian Barongan khas Blora.
Desa Payaman, Kecamatan Ngraho, juga melakukan hal yang sama. Melakukan uluk doa di Makam Syekh Abu Umar sebelum mengarak tumpeng ke sungai. Masyarakat mengiringi arak-arakan tumpeng dengan kesenian tradisional Kentrung.
Kemudian arak-arakan di Kabupaten Blora juga sama. Desa Ngloram dilakukan di Situs Wura-wari, Desa Jipang di Makam Santri Sanga, dan Desa Getas di Sendang Kluweh. Di Blora ini iring-iringan tumpeng dengan kesenian tradisional Barongan khas Blora.
Empat desa yang mengarak tumpeng itu kemudian melewati Sungai Bengawan Solo menggunakan perahu ke Desa Getas. Di Desa Getas, tepatnya di Padas Malang itu para warga yang membawa tumpeng disambut kesenian tradisional Sandur dan Tari Gambyong.
Menurut Koordinator Festival Candra Benawa Getas, Ahmad Sampurno, tujuan utama kegiatan tersebut untuk mengajak masyarakat kembali menengok kondisi Bengawan Solo yang mungkin telah lama dilupakan. Dengan kembali menengok Bengawan, diharap muncul kepedulian untuk merawatnya.
“Dengan merawatnya, bermacam potensi positif pun akan bermunculan. Termasuk potensi wisata dan UMKM,” ujar Sampurno, Sabtu (6/7). Menurutnya, Candra Benawa dipilih tidak jauh dari bagian kecil rekontruksi kejayaan Bengawan Solo era dulu. Festival Candra Benawa menunjukan betapa besarnya peradaban Bengawan yang pernah ada di wilayah Bojonegoro (Jawa Timur) dan Blora (Jawa Tengah) yang sejak abad 13 M dikenal dengan nama Tlatah Jipang itu.
Selain Nyadran Akbar Sekar Banawa, dalam kegiatan itu juga ada Pasar Kambang Bengawan Sore dan Festival Banawasasra. “Semua mata acara tersebut berorientasi pada pengembangan potensi budaya lokal masyarakat setempat,” tegas dia. (*)








