KabarBaik.co – Sebanyak 73 orang perwakilan korban Tragedi Kanjuruhan mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Selasa (10/12). Kehadiran mereka untuk menghadiri sidang pengajuan restitusi di ruang Sidang Cakra yang dimulai pukul 11.00 WIB. Sidang ini menjadi upaya para korban atau keluarga korban untuk memperoleh ganti rugi atas kerugian yang dialami akibat insiden tragis tersebut.
Dalam sidang tersebut, pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membacakan satu per satu nama korban yang mengajukan restitusi beserta nominal yang diajukan. Besaran nilai restitusi bervariasi, mulai dari Rp 25 juta hingga Rp 525 juta per orang. Total keseluruhan restitusi yang diajukan mencapai angka Rp 17,5 miliar.
Menurut Rianto Wicaksono, Tenaga Ahli LPSK, permohonan restitusi ini merupakan hak korban yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang pelaksanaan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.
“Para korban ini mengajukan permohonan ke LPSK, lalu kita menindaklanjuti dengan menghitung dan mengajukan ke pengadilan. Total restitusi yang diajukan 73 korban mencapai Rp 17,5 miliar,” jelasnya.
Rianto juga menyebutkan bahwa laporan pengajuan tersebut memiliki ketebalan sekitar 60 cm dan berisi berbagai dokumen, termasuk permohonan, bukti kerugian, serta laporan penghitungan yang telah dilakukan oleh LPSK. Dokumen ini menjadi dasar dalam proses pengajuan restitusi ke pengadilan.
Adi Ismanto, kuasa hukum terpidana Suko Sutrisno dan Abdul Haris, menanggapi total pengajuan restitusi tersebut. Ia menyatakan bahwa restitusi memang sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2022, yang mengatur tata cara penyelesaian permohonan dan pemberian restitusi kepada korban tindak pidana. “Namun demikian kita tetap harus mempelajari tentang hal itu dan menyiapkan bukti-bukti yang lain, tunggu tanggal 17 Desember besok saja,” ujarnya.
Sementara itu, Rini Hanifa, ibu dari salah satu korban, almarhum Agus Riansyah, menyatakan rasa kecewanya terhadap proses restitusi ini. Ia menyayangkan pihak ketiga, seperti PT Liga Baru Indonesia (LIB) dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), tidak dimasukkan sebagai pihak yang bertanggung jawab mengganti kerugian korban.
“Kenapa pihak LIB dan PSSI tidak disertakan, kan mereka penyelenggaranya? Kenapa hanya tersangkanya saja. Dulu pertama kali sidang ada, tapi kenapa sekarang tidak ada,” ungkap Rini dengan nada kecewa.
Rini juga menegaskan bahwa uang restitusi yang diajukan tidak sebanding dengan kehilangan yang dialami, terutama nyawa anaknya. Ia menyebutkan bahwa proses persidangan yang sering tertunda menambah beban dan rasa tidak adil yang dirasakan keluarga korban.
“Maka dari itu, saya mohon kepada presiden baru, Prabowo Subianto, untuk mengawal tragedi Kanjuruhan dan berpihak ke keluarga korban,” harapnya. (*)







