8 Bulan Sejak Diluncurkan, Program Makan Bergizi Gratis Catat Pencapaian Signifikan

oleh -98 Dilihat
eb9d9ae8 f293 4230 86ff 8aa17a1b6399.jpeg
Menu MBG tengah disiapkan

KabarBaik.co – Indonesia pertama kali meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis untuk anak-anak sekolah pada 6 Januari 2025. Sejak saat itu, secara bertahap jutaan anak-anak sekolah mendapatkan asupan gizi yang lengkap dan seimbang untuk pembangunan sumber daya manusia berkualitas demi mencapai Indonesia Emas.

Tepat satu tahun pula Badan Gizi Nasional (BGN) berdiri untuk membangun gizi tak hanya bagi anak-anak negeri, tetapi juga ibu hamil, ibu menyusui, hingga balita. Sejak resmi berdiri pada 15 Agustus 2024, BGN telah mencatat sejumlah pencapaian signifikan.

Program MBG per 15 Agustus 2025 telah membentuk 5.885 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan melayani 20,5 juta penerima manfaat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025, sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

Pada 2025, pemerintah menganggarkan Rp 71 triliun untuk Program MBG ini dan hingga Agustus 2025, anggaran yang telah diserap sebesar Rp 8,2 triliun.

Presiden Prabowo Subianto bahkan mengalokasikan anggaran hingga Rp 335 triliun untuk membiayai Program MBG saat menyampaikan pidatonya mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangan pada Jumat (15/8).

Anggaran tersebut merupakan anggaran terbesar untuk sebuah program peningkatan gizi guna membangun sumber daya manusia yang berkualitas sepanjang sejarah NKRI. Namun, anggaran yang besar juga mesti diikuti dengan tanggung jawab yang konsisten dan terukur agar program ini benar-benar mampu memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia.

Presiden juga menyampaikan, MBG selain meningkatkan kualitas gizi anak-anak, juga mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan yang akan tumbuh semakin kuat, dengan menciptakan ratusan ribu lapangan kerja baru, serta memberdayakan jutaan petani, nelayan, peternak, dan pelaku-pelaku UMKM.

Cakupan dan realisasi anggaran MBG memang terus meningkat, tetapi, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai persoalan logistik, mutu, hingga tata kelola, meski beberapa kajian telah menunjukkan tingkat kehadiran siswa di sekolah yang meningkat sejak adanya Program MBG. Beberapa negara bahkan melirik program pemberian makanan di sekolah yang dinilai berdampak positif pada kehadiran dan capaian belajar siswa.

Meski begitu, peningkatan kualitas dan efektivitas program ini di Indonesia perlu terus ditingkatkan karena tingkat keberhasilan intervensi gizi pada masyarakat akan selalu bergantung pada desain menu, pengawasan, serta transparansi pendanaan.

Tantangan keamanan pangan

Meski telah menjangkau lebih dari 20 juta siswa, Program MBG masih menemui berbagai tantangan, salah satunya terkait keamanan pangan di masing-masing SPPG yang masih membutuhkan perhatian penuh dari pemerintah.

Kasus-kasus keracunan yang terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur, hingga Sragen, Jawa Tengah, yang terjadi belakangan mesti menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk terus meningkatkan keamanan pangan dalam seluruh proses rantai pasok mulai dari penanaman hingga distribusi.

Program yang juga dibuat untuk memberdayakan masyarakat lokal dengan menyerap pangan produksi warga ini perlu memastikan seluruh proses dalam pengolahannya telah terstandardisasi keamanan pangan untuk meminimalkan kasus-kasus dan memastikan makanan aman.

Pemerintah dan seluruh pihak, utamanya SPPG yang terlibat dalam MBG perlu mengendalikan keamanan mulai dari penanaman, transportasi, hingga distribusi.

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), isu keracunan pangan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia. Satu dari 10 orang dunia mengaku pernah mengalami sakit akibat makanan.

Efek keracunan pangan tidak hanya penularan penyakit, tetapi juga mempengaruhi perputaran ekonomi di suatu wilayah karena sangat berpengaruh pada produktivitas. Biaya yang ditanggung akibat keracunan ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar, oleh karena itu, pencegahan dari hulu ke hilir perlu terus ditingkatkan.

BGN tidak tinggal diam dalam menangani kasus-kasus keracunan yang terjadi. Pelatihan penjamah makanan terus digencarkan di tiap-tiap SPPG agar kasus keracunan tak kembali terulang.

BGN juga telah menerbitkan modul standar gizi dan keamanan pangan siap saji yang merupakan hasil kolaborasi dengan Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Institut Pertanian Bogor (IPB), UNICEF, Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), dinas kesehatan di seluruh provinsi, dan pihak-pihak lain yang kompeten di bidang gizi dan keamanan pangan.

Para penjamah makanan diajarkan cara mengolah bahan mentah menjadi bahan makanan kemudian memasak menjadi makanan yang siap saji sesuai dengan modul.

Dari segi pengawasan, Badan Pangan Nasional juga memperkuat aspek keamanan pangan segar pada SPPG yang setiap hari memasok puluhan ribu porsi makanan, menandakan fokus pada aspek keamanan pangan selain kuantitas.

Melalui segala upaya yang ditempuh tersebut, tantangan-tantangan keamanan pangan dapat diatasi sehingga tujuan utama Program MBG untuk mengentaskan stunting hingga menekan kemiskinan ekstrem dapat tercapai.

Pengungkit perekonomian lokal

Hingga akhir tahun 2025, BGN menargetkan ada 30 ribu SPPG yang berdiri untuk melayani 82,9 juta penerima manfaat. Pendirian SPPG ini berpotensi menimbulkan efek pengganda lewat pelibatan UMKM, petani, dan penciptaan kerja di dapur layanan.

Namun, transparansi anggaran dan pengawasan perlu diperketat agar kejadian seperti penyelewengan dana oleh oknum mitra seperti yang sebelumnya terjadi bisa ditekan. Seluruh pihak yang terlibat di rantai pasok perlu dipastikan memiliki integritas dan literasi keuangan yang memadai agar mampu mengelola kucuran dana dari APBN yang begitu besar.

Dalam setiap SPPG, untuk satu kali produksi saja, membutuhkan hingga 3.000 sumber protein seperti ayam, telur, daging, atau ikan. Jika dikalikan 20 hari dalam satu bulan untuk penerima manfaat di sekolah, maka setiap bulan membutuhkan 60.000 butir telur, ayam, daging, atau ikan. Itu baru di satu SPPG, jika ke depan 30 ribu SPPG telah terbangun, maka MBG bukan hanya berpeluang memberdayakan masyarakat, melainkan juga membantu perputaran perekonomian bangsa.

Di beberapa daerah, BGN juga telah melibatkan peternak sapi lokal untuk memproduksi susu yang diberikan pada masing-masing penerima manfaat. Para peternak yang sebelumnya kesulitan untuk memasarkan produknya kini memiliki peluang untuk terus produktif dan mendistribusikan produk susunya melalui koperasi lokal setempat.

Pentingnya evaluasi berkelanjutan

Pada enam bulan pertama ini, Program MBG memang harus mengalami growing pains, atau rasa sakit di awal dengan berbagai kesulitan, hambatan, dan tantangan di tahap awal perkembangan sebuah program untuk kemudian mampu mewujudkan pemerataan gizi bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Growing pains bukan berarti kegagalan, melainkan proses alami yang menandai bahwa suatu inisiatif sedang dalam tahap penyesuaian sebelum menemukan ritme dan stabilitasnya. Ke depan, apabila 30 ribu SPPG telah terbangun, dengan tata kelola lebih baik dan alur rantai pasok yang lebih teratur, maka program ini dapat mencapai tujuan besarnya untuk membangun sumber daya manusia berkualitas.

Perlu prioritas pada kelompok paling berisiko, seperti di wilayah dengan prevalensi stunting tinggi, keluarga miskin, atau ibu hamil berisiko anemia agar capaian program dapat lebih tepat sasaran.

Selain itu, standar gizi atau keamanan juga perlu ditingkatkan dengan standar operasional prosedur yang lebih memadai. Pemberdayaan koperasi atau UMKM lokal juga menjadi penting sebagai wujud pemberdayaan.

Transparansi anggaran dalam dashboard resmi BGN juga perlu terus diperbarui dan diperbaiki agar masyarakat dapat mengakses segala informasi yang terkait dengan Program MBG. Kanal aduan, kritik, dan saran dari masyarakat yang tersedia selama 24 jam juga perlu dioptimalkan agar masyarakat merasa aman dan nyaman, serta benar-benar merasakan manfaat hadirnya Program MBG.

MBG menunjukkan kemajuan nyata dalam cakupan dan serapan anggaran dalam delapan bulan pertama di tahun 2025. Bukti ilmiah dan pengalaman global memberi alasan optimistis bahwa program ini bisa meningkatkan hasil belajar dan kesehatan anak serta menggairahkan ekonomi lokal.

Namun, keberhasilan jangka panjang sangat ditentukan oleh penajaman sasaran, kualitas menu berbasis lokal, standar keamanan pangan, hingga transparansi anggaran. Dengan memperkuat tata kelola dan evaluasi berbasis data, MBG berpeluang menjadi investasi modal manusia yang bernilai tinggi, bukan sekadar belanja jangka pendek. (ANTARA)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Imam Wahyudiyanta


No More Posts Available.

No more pages to load.