KabarBaik.co – Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono melontarkan kritik terhadap tingginya biaya energi di Indonesia yang dinilai menghambat pertumbuhan sektor ekonomi kreatif dan UMKM. Hal itu ia sampaikan saat meninjau gerai-gerai UMKM di Gresmall, Kabupaten Gresik pada Senin (23/6).
Bambang menyebut biaya energi di Indonesia, khususnya listrik, telah menjadi beban utama bagi para pelaku UMKM dan pemilik tenant mall. Ia bahkan menyebut komponen energi menyedot hingga 30 persen dari biaya operasional.
“Karena biaya energi ini posisinya sekitar 30 persen lebih, sehingga membuat pemilik tenant lebih berat. Kita bandingkan saja dengan harga energi di Malaysia yang jauh lebih murah. Dengan adanya reduksinya nanti, masyarakat umum bisa meningkat daya belinya,” ujarnya.
Menurutnya, tingginya beban biaya energi berdampak langsung pada daya beli masyarakat. Saat pengusaha kesulitan memangkas harga karena biaya operasional yang tinggi, masyarakat juga terhambat untuk berbelanja. Ia menekankan pentingnya keseimbangan dari inovasi pemilik mall, tenant, pemerintah daerah dan pusat.
“Kalau misalnya nanti sudah ada keseimbangan dari inovasi pemilik mall, tenant dengan insentif pemerintah pusat dan daerah nantinya. Hal ini bisa meningkatkan daya beli masyarakat juga nantinya,” kata Bambang.
Ia menilai kebijakan pemerintah pusat dan daerah semestinya lebih progresif dalam memberikan insentif fiskal, termasuk keringanan biaya listrik dan pajak. Apalagi, lanjutnya, pengelola Gresmall sudah cukup aktif menarik minat belanja masyarakat dengan memberikan diskon 20 hingga 50 persen saat musim liburan sekolah.
“Alhamdulillah hal ini dibantu oleh Gresmall terkait tingkat daya beli masyarakat terutama saat liburan dan menjelang masuk sekolah ini. Namun hal ini harus diimbangi dengan insentif energi seperti biaya listrik dan inovasi penurunan biaya perpajakan dari pemerintah pusat dan daerah,” ungkapnya.
Bambang juga mendorong pelaku UMKM agar memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurutnya, penurunan bunga KUR dari 6 persen menjadi 3 persen dan plafon hingga Rp 100 juta tanpa agunan dapat menjadi solusi permodalan. Namun, ia kembali menekankan bahwa stimulus keuangan tak akan maksimal tanpa didukung oleh biaya infrastruktur energi yang terjangkau.(*)