KabarBaik.co – Kabupaten Banyuwangi masih menghadapi kekurangan tenaga pendidik di jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Berdasarkan catatan Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi, jumlah kekurangan guru mencapai sekitar 1.600 orang.
Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno, menjelaskan bahwa saat ini total guru di Banyuwangi mencapai sekitar 6.000 orang yang tersebar di seluruh kecamatan. Jumlah tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan ideal untuk menjangkau seluruh satuan pendidikan yang ada, terutama di wilayah pedesaan dan daerah terpencil.
“Sebagian besar guru di Banyuwangi sudah berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yakni sekitar tiga per lima dari total tenaga pendidik yang ada. Sedangkan sekitar satu per lima lainnya berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS),” kata Suratno.
Namun, lanjutnya, sejumlah guru PNS saat ini sudah mendekati usia pensiun dan secara bertahap akan memasuki masa purna tugas. Kondisi tersebut menyebabkan kekurangan guru semakin terasa, karena rekrutmen baru belum bisa sepenuhnya menutupi kebutuhan yang ada.
Dispendik Banyuwangi terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk mencari solusi, termasuk usulan penambahan formasi guru PPPK pada tahun-tahun mendatang.
“Kebutuhan tenaga pendidik ini penting agar pemerataan mutu pendidikan bisa terus dijaga,” ujar Suratno.
Karena persoalan kekurangan guru, Banyuwangi terpaksa melakukan beberapa merger sekolah. Hingga saat ini total sudah ada 20 SD di Banyuwangi yang dimerger. Tahun 2025 ini 2 sekolah diajukan untuk merger.
Suratno menjelaskan merger dilakukan karena alasan efisiensi dan pemerataan mutu pendidikan. Selain karena kekurangan guru, sekolah juga kekurangan siswa.
Oleh karena itu, kebijakan merger menjadi salah satu kewenangan daerah untuk menjaga keberlangsungan layanan pendidikan agar tetap berjalan optimal.
“Merger ini satu-satunya langkah yang bisa kita lakukan agar sistem pendidikan tetap berjalan efektif,” jelas dia.
Ia menambahkan, dasar utama kebijakan merger tetap mempertimbangkan kondisi geografis sekolah. Sekolah yang berada di wilayah terpencil akan tetap dipertahankan agar anak-anak di daerah tersebut tetap mendapatkan akses pendidikan.
“Kita menyesuaikan kondisi di lapangan. Baik merger maupun mempertahankan sekolah harus berpijak pada prinsip bahwa anak-anak tidak boleh kehilangan haknya untuk belajar,” ujar Suratno.