Beking di Balik Topeng Kuasa; Dari Tragedi Polisi Tembak Polisi, Alarm Kejahatan Lingkungan

oleh -539 Dilihat
DARAH ILUSTRASI
Pembunuhan dengan korban dan pelaku pelajar bermotif asmara terjadi di Lamongan. (Ilsutrasi)

SOLOK Selatan. Nama kabupaten ini mungkin masih terasa asing. Paling tidak bagi masyarakat awam. Maklum, kabupaten baru di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Solok Selatan hasil pemekaran wilayah. Baru menjadi kabupaten di Indonesia pada 2004. Artinya, usianya masih 20 tahun. Namun, nama itu belakangan menggemparkan publik.

Lagi, polisi menembak polisi. Tragedi itulah yang membuat begitu banyak mata kini menoleh ke Solok Selatan. Mengelus dada. Geleng-geleng kepala. Dalam kasus itu Anda sudah tahu, Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar menembak Kasatreskrim Polres Solok Selatan AKP Riyanto Ulil Anshar. Perwira pertama itu tersungkur di tempat kerjanya. Area Mapolres. Meninggal.

Tidak cukup itu. Dari hasil pemeriksaan, selepas peristiwa itu Dadang juga sempat melepaskan beberapa butir peluru ke rumah dinas sang Kapolres. AKBP Arief Mukti, yang pernah menjabat sebagai Kabag Ops Polres Lamongan (2015) dan Wakapolres Lamongan (2017). Lalu, menjadi Wakasatlantas Polrestabes Surabaya (2018). Beruntung tidak terjadi tragedi lanjutan. Sepintas, seperti adegan dalam film-film saja.

Motif penembakan mengejutkan. Soal beking aktivitas tambang di wilayah tersebut. Jajaran Satreskrim menangkap truk penambang ilegal. Lalu, Dadang meminta agar melepaskannya. Tidak mau. Akhirnya, dorrr! Dan, terjadilah peristiwa mengiris luka besar tersebut.

Permata Tersembunyi  

Banyak kalangan menyebut Solok Selatan sebagai permata tersembunyi. Alamnya asri. Kaya sejarah dan budaya. Beberapa keindahan itu antara lain gugus pegunungan hijau. Membentang luas. Air-air terjun yang menyegarkan, liukan sungai, gua-gua eksotis, hamparan perkebunan.

Solok Selatan juga memiliki banyak rumah gadang tradisional. Masih terawat. Arsitekturnya unik. Bernilai sejarah kuat. Termasuk, mencatatkan penggalan sejarah NKRI. Dalam beberapa literatur diceritakan, pada akhir 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Berhasil menangkap Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Akibatnya, pemerintahan pusat RI lumpuh.

Untuk menyelamatkan eksistensi negara dan pemerintahan, para pemimpin RI yang masih bebas memutuskan untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Setelah diproklamasikan di Bukittinggi, Syafruddin Prawiranegara, selaku ketua PDRI, memindahkan pusat pemerintahan ke daerah yang lebih aman. Pilihannya wilayah Solok. Tepatnya, di Nagari Bidar Alam.

Ada beberapa alasan mengapa Solok dipilih. Solok dianggap lebih aman dari serangan Belanda. Sebab, letaknya tersembunyi di pedalaman. Masyarakat Solok mayoritas mendukung perjuangan kemerdekaan dan memberikan bantuan kepada PDRI. Selain itu, Solok memiliki sumber daya alam yang cukup untuk menunjang kebutuhan pemerintahan darurat.

Selama beberapa bulan, Bidar Alam menjadi pusat pemerintahan RI. Agresi Militer Belanda II berakhir dengan tercapainya kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). PDRI dibubarkan. Pemerintahan kembali ke Jogjakarta.

Selain keindahan alam dan warisan sejarah serta budaya, Solok Selatan juga memiliki potensi tambang. Solok Selatan sering disebut sebagai Bukit Emas. Kandungan emasnya cukup signifikan. Selain emas, terdapat pula potensi mineral lainnya seperti tembaga dan perak. Selain itu, batu-batu gamping (kapur), pasir, dan bebatuan sungai.

Namun, potensi besar itu berseiring dengan eksploitasi penambangan illegal. Aktivitas itu masih menjadi masalah serius di Solok Selatan. Sejumlah kalangan sudah kerap membunyikan alarm. Media maupun para pegiat lingkungan. Berteriak. Aktivitas penambangan ilegal ini jelas merusak lingkungan, menimbulkan konflik sosial, dan merugikan negara. Bahkan, sudah cukup banyak korban jiwa.

Krisis dan Kejahatan Lingkungan

Tragedi Solok Selatan Kembali mengingatkan kita. Bahwa, benar-benar ada yang tidak beres. Solok Selatan, menjadi bukti benderang terjadi darurat pengelolaan lingkungan. Krisis ini mengkhawatirkan. Faktor krisis lingkungan memang begitu kompleks. Salah satunya pengaruh kuat kelompok-kelompok kepentingan.

Di balik kebijakan publik yang tampak netral, kerap ada jaringan kekuasaan yang saling terkait. Kasus-kasus seperti itu, kerap kali melibatkan korporasi, elite politik, dan birokrasi. Mereka berkolaborasi. Sama-sama mempertahankan kepentingan, walaupun merugikan lingkungan.

Dalam kajian teori pilihan rasional, individu dan kelompok akan terus bertindak memaksimalkan keuntungan. Pun begitu dalam konteks kejahatan lingkungan. Mereka lebih memilih keuntungan jangka pendek daripada memikirkan keberlanjutan lingkungan.

Mengacu teori jaringan sosial, hubungan sosial antara individu dan kelompok akan membentuk jaringan kekuasaan yang kompleks. Jaringan ini dapat memperkuat atau melemahkan upaya untuk mengatasi krisis lingkungan. Dari pendekatan teori institusional, institusi yang lemah atau korup dapat mempermudah terjadinya eksploitasi lingkungan.

Untuk mengatasi krisis dan kejahatan lingkungan, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain penguatan tata kelola lingkungan. Memperkuat lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas perlindungan lingkungan. Memastikan akuntabilitas mereka.

Lalu, mendorong peningkatan transparansi atau keterbukaan informasi dalam pengelolaan sumber daya alam. Penguatan peran dan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait lingkungan juga menjadi kunci penting.

Selain itu, penegakan hukum dengan memberikan sanksi berat bagi pelaku pelaku kejahatan lingkungan hanya satu dari sekian mengatasi praktik kejahatan lingkungan. Tragedi Solok Selatan boleh jadi hanyalah pucuk dari sebuah gunung es. Di antara begitu banyak hamparan keyaaan Nusantara. Kejadian itu bukan hanya membutuhkan solusi permukaan, melainkan solusi holistik.

Dadang mungkin terancam hukuman berat. Bahkan bisa terancam hukuman mati. Sebab, kabarnya dijerat pasal pembunuhan berencana. Tapi, kalau tidak ada penyelesaian yang menyeluruh, bukan tidak mungkin kelak berlalu begitu. Kemudian, bermunculan lagi para beking baru di balik topeng kuasa.

Rasanya, publik kini benar-benar menunggu komitmen Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.  Yang di antaranya mengusung misi soal lingkungan, pemberantasan korupsi hingga reformasi birokrasi. Tentu, itu bukan sebatas omon-omon. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Hardy


No More Posts Available.

No more pages to load.