KabarBaik.co – Belasan mantan terapis di Amul Massage Syariah, Kota Malang berkumpul di sebuah kafe, Desa Pendem, Kota Batu dengan didampingi oleh kuasa hukumnya, Senin (5/5) malam.
Pertemuan ini bertujuan agar ijazah mereka yang selama ini ditahan oleh Amul Massage Syariah tempat mereka dulu bekerja serta pesangon bisa dikeluarkan.
Dengan proses mediasi, dari sore hingga malam hari, akhirnya terjadi beberapa kesempatan. Salah satunya sebanyak 15 dari total 19 ijazah yang ditahan dikembalikan ke pemiliknya.
Mediasi itu dilakukan oleh Kuasa Hukum Terapis, Gunadi Handoko. Kemudian, pemilik Amul Massage, Niko Putra. Serta, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Malang, yang juga dikawal oleh Yayasan Gubuk’e Wong Ngalam (GWN).
Gunadi Handoko menyatakan, dirinya sebagai kuasa hukum para mantan terapis dari Amul Massage Syariah menilai penyelesaian masalah yang dilakukan tersebut merupakan bentuk itikad baik dari pihak manajemen.
“Saya mewakili 19 orang, dan hingga saat ini 15 ijazah sudah dikembalikan. Sisanya akan diselesaikan besok (hari ini, Selasa (6/5) sekitar pukul 13.00 WIB) di Dinas Tenaga Kerja,” terangnya.
Mengenai sisa empat ijazah yang belum dikembalikan, Gunadi menambahkan, penyelesaiannya tinggal menunggu pencocokan data dan perhitungan hak-hak pekerja seperti gaji dan kompensasi.
“Jadi, terdapat klausul non-kompetisi dalam kontrak kerja yang menyebabkan penahanan ijazah, bahkan ini terhadap mereka (para mantan terapis) yang telah tidak lagi bekerja,” jelasnya.
Dan, klausul ini mewajibkan mantan pekerja untuk tidak bekerja di tempat sejenis selama periode tertentu, dan jika dilanggar, dikenakan denda hingga Rp 10 juta. Namun, menurut Gunadi, klausul tersebut telah dinyatakan tidak sah secara hukum.
“Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016, pasal 42, penahanan dokumen asli milik pekerja, termasuk ijazah, dilarang. Jika tidak dipenuhi, dapat berujung pada pidana penjara hingga enam bulan atau denda Rp 50 juta. Bahkan bisa dikategorikan sebagai penggelapan dalam jabatan yang ancamannya lima tahun penjara,” tegas Gunadi.
Di tempat yang sama, pihak DPMPTSP Kota Malang melalui Carter Wira Suteja, Mediator Hubungan Industrial Ahli Muda, juga menyampaikan bahwa meskipun asas kebebasan berkontrak diakui dalam hukum perdata, praktik penahanan ijazah tetap tidak direkomendasikan.
“Yang jelas, kbiasaan ini berisiko merugikan pekerja dan perusahaan, terutama jika terjadi kehilangan atau kerusakan dokumen,” tandasnya.
Lebih dari itu, pemilik Amul Massage Syariah, Niko Putra, menyatakan pihaknya telah berupaya menyelesaikan persoalan ini secara kooperatif. Pihaknya berkomitmen untuk mematuhi regulasi dan menyelesaikan semua kewajiban.
“Tinggal empat ijazah yang akan kami serahkan besok (hari ini, Selasa (6/5)). Sisanya sudah kami serahkan langsung kepada kuasa hukum,” ujar Niko.
Pemerintah daerah pun berjanji akan terus mengedukasi perusahaan-perusahaan di Kota Malang untuk tidak lagi melakukan praktik penahanan ijazah. Upaya ini dilakukan melalui pembinaan berkala dan pengawasan terhadap dokumen kontrak kerja yang didaftarkan ke dinas.
Dengan selesainya mediasi ini, diharapkan menjadi pelajaran bagi perusahaan lain agar tidak mengabaikan hak-hak pekerja, serta menjadi titik awal menuju hubungan industrial yang lebih adil dan manusiawi di Kota Malang dan sekitarnya.(*)