Bertani- Di balik kesibukannya sebagai seorang perwira menengah di Polda Jawa Timur, AKBP Cecep Ibrahim ternyata memiliki sisi lain. Mungkin belum banyak diketahui. Pria yang menjabat sebagai Wakil Direktur Intelkam ini sukses membudidayakan ikan koi. Bukan sekadar hobi. Namun, dari sini, ia mampu meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah setiap bulan.
Semua berawal dari langkah sederhana. Memanfaatkan lahan kosong di rumahnya yang berlokasi di Jalan Dukuh Kupang, Surabaya. Alih-alih membiarkannya terbengkalai, pada 2017, Cecep mulai memanfaatkannya untuk sesuatu yang jauh dari urusan dinas. Memelihara ikan koi.
“Saya mulai dari keinginan sederhana, memanfaatkan lahan di rumah. Setelah itu saya pelajari dari berbagai sumber cara membudidayakan koi,” ujarnya seperti disampaikan kepada awak media.
Langkah awal Cecep memang tampak sederhana. Ia membeli beberapa ekor koi dengan harga sekitar Rp 100 ribuan. Tapi, dari langkah kecil itulah usaha koi yang kini dijalankan tumbuh menjadi sesuatu yang jauh lebih besar dan serius.
Kini, Cecep memiliki enam kolam. Tiga berbahan terpal dan tiga lainnya dari susunan batu bata. Setiap kolam, memiliki fungsi berbeda. Ada yang digunakan untuk pemijahan, pembesaran anakan hasil sortir, hingga kolam khusus untuk pemasaran dan kontes.
“Memelihara koi itu mudah, kuncinya di filter air yang harus terus menyala, serta menjaga kualitas air,” terang Cecep, yang kini telah menghasilkan ribuan ekor ikan dari peternakannya.
Kendati demikian, jalan kesuksesan itu memang tidak selalu mulus. Cecep pun sempat mengalami kegagalan. Merasakan ujian. Betapa tidak, ia harus merelakan seluruh isi kolamnya mati tiga kali akibat listrik padam yang mematikan sistem filtrasi air. Tapi, kegigihan dan konsistensi akhirnya membawa hasil.
Kini, ikan koi hasil budidaya Cecep terus bertumbuh. Bahkan, beberapa kali meraih prestasi di berbagai kontes. Baik tingkat nasional maupun internasional. Ia membudidayakan beragam jenis koi seperti Kohaku, Goshiki, Utsuri, hingga Showa Sanshoku, yang disebutnya sebagai jenis dengan keunikan tersendiri karena corak hitam-oranyenya yang memikat.
Tentu, bukan perkara mudah menghasilkan koi berkualitas kontes. Dari sekitar 30 ribu anakan, bisa jadi hanya tiga ekor atau bahkan tak ada sama sekali yang layak ikut show. Karena itu, salah satu kuncinya adalah proses penyortiran menjadi ritual penting. Setidaknya, lima kali sortir dilakukan dalam satu siklus penetasan, saat warna dan corak ikan mulai terlihat jelas.
Tak heran, harga ikan-ikan koi yang berhasil lolos dari proses panjang tersebut bisa mencapai angka fantastis. Cecep menyebut, harga termurah mulai dari Rp 1 juta. Bahkan, bisa melambung hingga ratusan juta rupiah. Dia bercerita, seekor koi miliknya yang pernah menjuarai kompetisi tingkat ASEAN di Bali, sempat ditawar Rp 150 juta oleh kolektor.
“Saya tidak pernah mengira awalnya akan sejauh ini. Tapi ini semua hasil proses panjang, bukan sesuatu yang instan,” ucapnya.
Kini, ikan koi hasil budidaya Cecep tak hanya diminati pasar dalam negeri. Namun, juga sudah menembus pasar Asia dan Eropa. Kisah ini tentu menjadi inspirasi siapa saja. Tak hanya bagi masyarakat umum, tetapi juga sesama anggota Polri. Bahwa, langkah sederhana yang diiringi kegigihan dan konsistensi, berpeluang besar membuahkan hasil.
“Saya ingin membuktikan bahwa polisi juga bisa produktif di luar dinas, asalkan dijalani dengan tekun dan ikhlas. Dan ini semua tentu harus berdampak positif bagi masyarakat,” tutupnya. (*)