KabarBaik.co – Di tengah rimbunnya hutan Desa Kromong, Ngusikan, Jombang, hidup suami istri yang telah setia mendampingi satu sama lain selama lebih dari setengah abad. Mereka adalah Patmuani (59), yang akrab disapa Mbok Pat, dan sang suami, Sarjo (91) atau Mbah Jo.
Pasangan ini memilih hidup jauh dari hiruk-pikuk desa sejak 1997. Tak ada tetangga, tak ada listrik, hanya suara alam yang menemani hari-hari mereka. Rumah kayu sederhana yang mereka bangun berdiri sendiri di tengah hutan, ditemani kandang kambing dan lahan tanaman yang menjadi sumber kehidupan mereka.
“Kami nyaman hidup di sini. Tidak ada bisik-bisik tetangga. Kalau sudah waktunya Allah memanggil, saya ingin dikubur di sini saja,” kata Mbok Pat saat ditemui KabarBaik.co, Selasa (12/8).
Mbok Pat Dinikahi di Usia 13 Tahun, Hidup dari Alam
Mbok Pat dinikahi Mbah Jo saat usianya baru 13 tahun, lewat perjodohan keluarga. Sejak saat itu, ia mengikuti sang suami, termasuk ketika memutuskan tinggal di hutan. Setiap hari, Mbok Pat mencari daun lamtoro untuk pakan kambing dan sesekali masuk hutan mencari sayuran liar seperti sayur wangon, simbulan, hingga lempuyang.
Hasil panen hutan itu dijual ke pasar terdekat, meski harus menempuh jarak belasan kilometer. Tak jarang, ia berangkat tengah malam dengan sepeda onthel atau berjalan kaki.
“Jam 12 malam saya berangkat ke pasar, sampai jam 01.30 WIB. Pulangnya bawa uang seadanya, yang penting bisa makan,” ungkapnya.
Cerita Mbah Jo dari Buronan Politik hingga Petani Hutan
Berbeda dengan sang istri yang lahir di Surabaya, Mbah Jo berasal dari Mojokerto. Ia telah hidup dari alam sejak 1975. Keputusan tinggal di hutan bermula dari situasi politik di masa Orde Baru. Ia mengaku merasa tertekan saat masa pemilihan Presiden Soeharto.
“Waktu itu saya ditakut-takuti, kalau tidak mencoblos akan diusir. Saya pilih pergi duluan sebelum diusir,” kata Mbah Jo.
Ia pun menetap di hutan Desa Kromong yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kemlagi, Mojokerto, bersama orang tuanya. Di sana ia bertani, menanam jagung, padi, hingga pepaya. Sebagian hasil panen bahkan diberikan kepada warga yang membutuhkan.
“Kalau ada yang butuh, ya saya kasih saja. Pinjam-pinjam itu bikin orang mikir berat,” ucapnya.
Tetap Bugar di Usia 91 Tahun
Meski usianya telah menginjak 91 tahun, Mbah Jo masih tampak bugar. Ia mengaku rahasia kesehatannya adalah rutin minum ramuan brotowali pahit dan madu hutan setiap pagi setelah bangun tidur.
Bahkan, ia masih sanggup berjalan kaki sejauh 40 kilometer ke dalam hutan untuk mencari madu liar.
“Kalau hidup di hutan, yang penting pintar-pintar mengolah tanah. Itu saja,” katanya santai.
Tak Mengharap Bantuan Pemerintah
Kehidupan sederhana di tengah hutan tidak membuat pasangan ini merasa kekurangan. Mbok Pat mengaku tidak pernah berharap bantuan dari pemerintah.
“Kalau dikasih ya saya terima. Kalau enggak ya diam saja. Kami masih bisa makan dari kebun dan hutan,” katanya.
Kini, kediaman mereka dihuni bersama dua anak yang telah dewasa. Untuk mencapainya, perlu waktu sekitar 30 menit dari pusat Desa Kromong, melewati jalan berbatu dan berpasir.
Bagi Mbah Jo dan Mbok Pat, hutan bukan sekadar tempat tinggal, melainkan rumah sejati yang telah memeluk kisah cinta dan perjuangan mereka selama puluhan tahun.
“Kalau saya mati, ingin dikubur di sini. Di tanah yang sudah lama menemani hidup kami,” tutup Mbok Pat. (*)








