KabarBaik.co — Dentuman keras disertai getaran yang menyerupai gempa membangunkan keheningan siang hari di kawasan RT 07 RW 01, Desa Pongangan Krajan, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Sabtu (28/6). Namun bukan gempa yang terjadi, melainkan jeritan tak bersuara dari seorang pemuda bernama Muhammad Fahrizal (21), yang terjerembab ke dalam pelukan sunyi sumur tua sedalam 30 meter.
Abdul Latif, ketua RT 07, RW 03 menceritakan bahwa peristiwa ini bermula dari langkah-langkah sederhana usai bangun tidur. Fahrizal, diduga hendak memperbaiki sesuatu di area sumur. Tapi takdir berkata lain. Penutup kayu di atas sumur yang sudah tak aktif itu rapuh menahan bobot tubuhnya yang sekitar 80 kilogram.
Dalam sekejap, kayu ambrol dan Fahrizal jatuh ke dasar sumur tua yang sudah lama ditinggalkan. (Terdapat dua versi: dari BPBD dalam laporannya penutup sumur berupa beton yang sudah rusak, sedangkan menurut ketua RT penutup sumurnya berupa kayu yang sebelumnya memang beton namun sudah diganti).
“Orang tuanya itu dengar suara ‘breemmm’ disertai getaran, dikiranya gempa. Pas dilihat, ternyata anaknya sudah di dalam sumur,” ujar Abdul Latif, dengan suara yang masih memuat getar kekhawatiran, Sabtu (28/6).
Detik berubah menjadi menit yang menegangkan. Evakuasi pun menjadi drama kemanusiaan yang mempertemukan keberanian dan kecekatan. Tim gabungan dari BPBD Gresik, DAMKARLA Gresik, dan DAMKARLA Surabaya datang dan langsung melakukan pengecekan. Kelegaan merekah saat suara dari dalam sumur membuktikan Fahrizal masih hidup, meski tak mampu diajak komunikasi karena frekuensi suara terganggu dengan kedalam sumur mencapai 30 meter.
Untuk mencegah dehidrasi, petugas menurunkan botol air minum menggunakan tali. Sementara satu petugas berani turun menjemput pemuda itu dari kedalaman bumi. Body harness dipasang, tali pengaman ditarik perlahan—dan akhirnya, setelah satu setengah jam perjuangan, Fahrizal muncul ke permukaan.
Tim medis dari puskesmas setempat segera memeriksa kondisi Fahrizal, yang kemudian dirujuk ke RSUD Ibnu Sina. “Alhamdulillah, dari pengamatan saya sementara tadi tidak ada luka serius,” tutur Latif, sambil bersyukur.
Sumur yang menelan Fahrizal itu, kata Latif, dulunya ditutup dengan beton. Namun seiring waktu, beton rusak dan diganti kayu. “Di sini banyak sumur tua yang sudah tidak dipakai karena memang sudah tidak ada airnya,” katanya. Ia pun mengimbau warga agar tidak lagi menggunakan kayu sebagai penutup sumur. Beton tebal dan kuat harus jadi pilihan untuk menghindari musibah serupa.
Dari kedalaman 30 meter, Fahrizal kembali menatap langit. Ia kembali pulang dari pelukan gelap sumur tua, sebuah tempat yang hampir saja menjadi makam senyap tanpa nisan. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa bahaya bisa mengintai dari lubang-lubang tak bertuan, yang dulu pernah jadi sumber kehidupan, kini justru jadi potensi kehilangan. (*)





