Di Indonesia dan China, Tingkat Pengangguran Usia 15-24 Tahun Tertinggi

oleh -198 Dilihat
PENGANGGURAN MUDA

KabarBaik.co- Laporan terbaru Bank Dunia (World Bank) menyoroti tantangan ganda bagi Indonesia. Yakni, stabilitas proyeksi pertumbuhan ekonomi yang positif berhadapan dengan kian sulitnya lapangan kerja, terutama bagi kalangan anak muda.

​Dalam laporan East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2025, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,8 peresen pada tahun 2025 dan 2026. Angka ini sedikit lebih tinggi untuk 2025 dari proyeksi sebelumnya 4,7 persen, sekaligus menggarisbawahi ketahanan Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global.

​Bank Dunia menekankan bahwa fokus perbaikan ekonomi Indonesia saat ini seharusnya diarahkan pada efisiensi dan prioritas belanja pemerintah, bukan hanya sekadar mengecilkan angka defisit. Menurut mereka, pengelolaan pengeluaran yang lebih baik akan menciptakan dampak positif jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas fiskal.

​”Permasalahannya lebih pada arah pengeluaran pemerintah daripada besarnya defisit yang diperkirakan akan tetap berada dalam aturan fiskal negara,” tulis laporan tersebut. Bank Dunia mencontohkan, fokus saat ini adalah pada subsidi sektor pangan, transportasi, dan energi, serta investasi yang diarahkan untuk mendorong permintaan agregat.

​Selain itu, reformasi struktural seperti mengatasi hambatan non-tarif, deregulasi, dan penyederhanaan perizinan berusaha dinilai dapat meningkatkan potensi pertumbuhan dan, yang terpenting, penciptaan lapangan kerja yang produktif.

Ancaman Nyata: Pengangguran Anak Muda dan Sektor Informal

Di tengah proyeksi ekonomi yang stabil, Bank Dunia menyoroti isu ketenagakerjaan yang mengkhawatirkan: makin sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia, terutama untuk kaum muda.

​Indonesia dan China disebut sebagai dua negara dengan tingkat pengangguran usia 15-24 tahun tertinggi di kawasan. Persentase tingkat pengangguran anak muda di Indonesia bahkan hampir mencapai 15 persen, sementara di China sudah lebih dari 15 persen. Rendahnya partisipasi angkatan kerja, khususnya di kalangan perempuan, juga menjadi sorotan.

​Masalah lainnya adalah maraknya sektor informal, di mana banyak pekerja beroperasi tanpa jaminan penghasilan memadai. Bank Dunia menyoroti bahwa pergerakan tenaga kerja sejak tahun 2000-an cenderung menuju pekerjaan jasa berproduktivitas rendah dan informal, seperti ritel dan konstruksi, berbeda dengan era 1970-1990an yang bergerak ke manufaktur dan jasa yang lebih produktif.

​Menurut Bank Dunia, banyaknya tenaga kerja di sektor informal ini dapat membuat masyarakat kelas menengah menjadi rentan miskin, yang pada akhirnya menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Peningkatan produktivitas lapangan kerja dianggap sangat penting, mengingat produktivitas tenaga kerja di kawasan Asia Timur dan Pasifik masih relatif rendah dan di bawah rata-rata global.

​​Secara keseluruhan, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara-negara kawasan Asia Timur dan Pasifik akan melemah dari level 5% pada tahun 2024. Pertumbuhan kawasan diperkirakan berada pada level 4,8% di 2025 dan melemah lebih lanjut ke 4,3% pada 2026. Proyeksi ini sedikit membaik dari laporan edisi April 2025 yang berada di kisaran 4% dan 4,1%. Perlambatan ekonomi di belahan dunia lain menjadi faktor utama yang memberikan dampak negatif signifikan bagi negara-negara berkembang di kawasan ini. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.