KabarBaik.co – Dunia lari di Surabaya kembali bergeliat. Perhimpunan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI) resmi menggelar Surabaya Orthopaedic Half Marathon (SOHM) 2025 pada Minggu (13/7) besok di kawasan Pakuwon City, Surabaya. Tak hanya pelari umum, ajang ini juga menghadirkan kategori khusus yang menghebohkan, mulai dari dokter, tenaga kesehatan, hingga penyintas operasi ortopedi.
Setidaknya 300 pelari dari berbagai latar belakang akan ambil bagian dalam lomba yang dibagi menjadi tiga kategori: 5K, 10K, dan Half Marathon (21,1K). Yang menarik, kategori 10K kali ini terbuka khusus bagi dokter, nakes, dan penyintas cedera berat, lengkap dengan validasi medis dari rumah sakit.
Ketua Panitia SOHM 2025 dr. Kiki Novito, SpOT(K) menegaskan bahwa ajang ini bukan sekadar lomba, tapi juga kampanye melawan stigma bahwa lari khususnya marathon yang kadang diangga berbahaya bagi kesehatan.
“Sebagai profesional di bidang kesehatan tulang, sendi, dan otot, PABOI merasa perlu mendorong masyarakat untuk berlari, yang merupakan olahraga sederhana, bisa dilakukan siapa saja, relatif murah, dan memberikan efek kesehatan fisik dan mental yang luar biasa,” katanya, Sabtu (12/7).
Tak hanya itu, pihaknya ingin membuktikan bahwa penyintas operasi pun bisa kembali berlari, asalkan dilakukan dengan persiapan yang tepat.
“Kalau pernah cedera, sangat wajar jika ada penurunan kekuatan otot. Jadi harus dipastikan ototnya sudah dikondisikan, latihan beban dan lainnya,” tegasnya.
“Kami ingin menunjukkan bahwa bahkan penyintas operasi pun bisa ikut lomba lari, tentunya dengan rekomendasi dan izin dari dokter yang menanganinya. Jadi tidak benar kalau habis cedera tidak bisa lari lagi. Kalau ditangani dengan baik dan ada persiapan, sangat mungkin untuk kembali,” terang dr. Kiki, sapaan akrabnya.
Tahun lalu, seorang ibu rumah tangga yang pernah menjalani operasi ligamen lutut berhasil menyabet juara di kategori penyintas. Hal ini jadi bukti nyata bahwa semua orang berpeluang untuk kembali sehat dan aktif, bahkan menjadi pemenang.
“Kalau mereka ikut penyintas, lawannya sesama penyintas, bukan yang umum. Jadi bisa bersaing lebih sehat dan tetap punya peluang juara,” jelasnya.
Salah satu peserta yang mencuri perhatian tahun ini adalah Manuel Pattiasina, pria 77 tahun asal Jemursari, Surabaya. Ia mendaftar untuk kategori 10K dan tetap semangat meski usianya sudah tidak muda lagi.
“Sejak 1989 saya sudah rutin lari, tapi mulai ikut marathon sejak 2017. Terakhir dua bulan lalu, saya masih ikut lomba. Setiap minggu saya lari 10K, buat kesehatan,” terangnya.
Sementara itu, race Director dr. Herjuno Ardhi, SpOT menjelaskan bahwa pemilihan Pakuwon City sebagai lokasi lomba bukan tanpa alasan.
“Daerah ini mudah dijangkau dari berbagai penjuru dan jumlah pecinta olahraga lari di Surabaya dan sekitarnya sangat tinggi,” ujarnya.
Ajang ini terbuka untuk semua usia. Tahun ini tercatat peserta tertua berusia 78 tahun. Tak hanya itu, panitia juga menjanjikan hadiah jutaan rupiah dan doorprize menarik.
“Kita ingin menunjukkan bahwa olahraga ini bisa dilakukan siapa saja, dari anak muda sampai lansia. Ada kategori umum dan master. Kalau dokter berhasil juara, akan mendapat penghargaan sebagai Indonesia Fastest Doctor,” tandasnya. (*)