KabarBaik.co – Polemik terkait pengibaran bendera bergambar tengkorak dari animasi One Piece mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Dosen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Kota Malang, Dr. Muktiono, S.H., M.Phil., menilai tindakan tersebut sebagai bentuk ekspresi individu yang dilindungi hak asasi manusia.
Muktiono, yang juga menjabat Ketua Umum Pusat Pengembangan HAM dan Demokrasi (PPHD) FH UB, menekankan, jika pengibaran bendera One Piece adalah bagian dari upaya mencari kebahagiaan (pursuing happiness) dan ekspresi kegemaran pribadi. “Ini bisa juga menjadi bentuk protes atau sindiran terhadap situasi tertentu yang merupakan hal wajar dalam kehidupan warga negara,” ujar dia saat dihubungi lewat sambungan seluler, Rabu (6/8).
Menurutnya, tindakan tersebut tidak bisa langsung dikriminalisasi selama tidak mengganggu ketertiban umum, tidak merugikan orang lain, tidak melanggar hukum, dan bukan tindakan yang membahayakan publik.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan tidak mengatur larangan terhadap pengibaran bendera fiksi seperti itu. Selama tidak ada unsur penghinaan terhadap lambang negara, maka tidak bisa serta-merta dianggap melanggar hukum,” jelasnya.
Muktiono menilai negara terlalu reaktif jika sampai mengambil tindakan hukum terhadap warga yang mengibarkan bendera fiktif seperti One Piece.
“Negara seharusnya tidak bersikap berlebihan jika tidak ada ancaman nyata. Mengkriminalisasi hal-hal semacam ini justru akan membuang energi publik dan aparat penegak hukum,” papar Muktiono.
Bahkan, Muktiono juga mengingatkan bahwa perhatian negara seharusnya difokuskan pada persoalan-persoalan yang lebih esensial dan menyentuh kepentingan masyarakat luas.
“Lebih baik negara fokus pada pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, perubahan iklim, ketertinggalan teknologi, penyediaan lapangan kerja dan upah layak, serta pemerataan pendidikan,” tegas Muktiono. (*)