KabarBaik.co – Polda Jatim resmi memulai penyidikan atas tragedi ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, yang terjadi pada Senin (29/9) sore. Peristiwa memilukan itu menelan korban jiwa sebanyak 67 santri meninggal dunia dan 104 lainnya luka-luka akibat tertimpa reruntuhan bangunan musala tiga lantai yang ambruk.
Kapolda Jatim Irjen Nanang Avianto menegaskan pihaknya akan mengusut tuntas penyebab ambruknya bangunan tersebut.
“Kami sudah membentuk tim khusus untuk melakukan serangkaian penyelidikan mendalam. Namun sejak awal, fokus utama kami adalah penyelamatan dan penanganan korban hingga tuntas,” ujar Nanang di RS Bhayangkara Surabaya, Rabu (8/10/2025) malam.
Menurut Nanang, dugaan awal penyebab ambruknya bangunan adalah kegagalan konstruksi (failure of construction). Ia menjelaskan, langkah cepat telah dilakukan jajaran Polresta Sidoarjo dengan membuat laporan polisi dan bersinergi dengan berbagai instansi dalam operasi kemanusiaan di lokasi kejadian.
“Kami kedepankan aspek kemanusiaan dengan melakukan evakuasi dan pertolongan korban,” tegas Nanang.
Berdasarkan data terakhir, total korban mencapai 171 orang, terdiri dari 67 meninggal dunia dan 104 luka-luka. Dari jumlah tersebut, 40 jenazah telah berhasil diidentifikasi oleh Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jatim, sementara sisanya masih menunggu hasil identifikasi lanjutan.
“Korban yang sudah teridentifikasi telah diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan. Kami berikan pelayanan terbaik kepada keluarga korban,” tambahnya.
Setelah proses evakuasi dan pembersihan lokasi selesai, Polda Jatim resmi mengambil alih penyelidikan dari Polresta Sidoarjo. Tim gabungan dari Ditreskrimum dan Ditreskrimsus Polda Jatim kini menangani kasus tersebut berdasarkan laporan polisi LP/A4/IX/2025/SPKT Unit Reskrim Polsek Buduran.
“Kami melibatkan tim ahli dari bidang teknik sipil dan hukum pidana untuk memastikan penyebab pasti kegagalan konstruksi,” jelasnya. Hingga kini, penyidik telah memeriksa 17 saksi, dan jumlahnya masih akan bertambah.
Adapun pasal yang disangkakan meliputi Pasal 359 KUHP dan/atau Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka berat, serta Pasal 46 ayat (3) dan/atau Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, terkait pemenuhan persyaratan teknis pembangunan.
“Hari ini kami rencanakan gelar perkara untuk meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan,” kata Nanang.
Terkait kemungkinan pimpinan pondok pesantren menjadi tersangka, ia menegaskan proses pemeriksaan masih berlangsung. “Belum ada penetapan tersangka. Kami masih memeriksa saksi-saksi, termasuk pihak yang bertanggung jawab dalam pengurusan pondok pesantren tersebut. Semua berjalan sesuai mekanisme hukum,” paparnya.
Nanang juga menegaskan penyidikan dilakukan secara objektif dan profesional tanpa pandang bulu. “Setiap orang sama kedudukannya di depan hukum. Kami tegaskan tidak ada perlakuan khusus bagi siapa pun,” ujarnya.
Sebagai langkah preventif, Polda Jatim telah menginstruksikan seluruh jajaran Polres di Jawa Timur untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah dan Satpol PP dalam melakukan pengecekan dan risk assessment terhadap bangunan pondok pesantren di wilayah masing-masing.
“Ini juga merupakan arahan dari Bapak Presiden dan hasil koordinasi dengan Forkopimda Jawa Timur. Kami akan membantu pemerintah daerah memastikan pembangunan pondok pesantren memenuhi standar keselamatan dan kelayakan,” ungkapnya.
Mengakhiri keterangannya, Nanang berharap tragedi ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. “Dalam membangun apa pun harus ada perencanaan dan pengawasan yang matang. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang dan mengorbankan anak-anak kita. Mari bersama-sama memperbaiki agar ke depan lebih baik,” pungkasnya. (*)