KabarBaik.co – Drama penundaan sidang perkara narkotika dengan terdakwa Mochamad Faizal Rozaq terus berlanjut. Untuk keempat kalinya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rocky Selo Handoko dari Kejari Surabaya kembali gagal membacakan surat dakwaan. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Senin (19/5) itu pun berujung teguran keras dari majelis hakim.
Awalnya, JPU Selo mencoba menghubungi petugas melalui sambungan telepon lantaran sidang masih dilakukan secara daring. Ia meminta agar terdakwa dihadirkan di hadapan layar. Namun, komunikasi terganggu. Suara di ujung telepon tidak jelas, membuat jaksa harus mengulang permintaannya dengan nada yang makin tinggi.
“Tolong panggilkan terdakwa Faizal Rozaq,” ucap Selo dari ruang sidang.
Sayangnya, respons dari lawan bicara justru menambah kerumitan. “Faizal Rozaq tidak ada Pak,” jawab suara dari seberang, yang diduga berasal dari petugas lapas.
JPU Selo pun langsung melaporkan ke majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Susanti. “Terdakwa tidak ada, Yang Mulia. Kayaknya yang di sana salah ‘bon’ (panggil) nama terdakwa,” ujarnya.
Mendengar penjelasan itu, Hakim Susanti langsung mengeraskan nada suaranya. Ia mengaku kecewa karena sidang dakwaan telah gagal digelar sebanyak empat kali berturut-turut. Majelis pun memberikan peringatan tegas.
“Ini sudah yang keempat kalinya jaksa gagal membacakan dakwaan. Kami harap hal ini tidak terulang dan kami beri kesempatan sekali lagi,” tegasnya.
Majelis hakim juga mengingatkan agar jaksa segera memperbaiki koordinasi dan memastikan terdakwa bisa dihadirkan pada sidang selanjutnya.
“Kami harap pekan depan Pak Jaksa dapat menghadirkan dan membacakan dakwaan. Kami khawatir ini berdampak pada masa penahanan terdakwa,” pungkas Susanti.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Arif Budi, menyayangkan kelalaian jaksa yang berulang kali gagal membacakan dakwaan terhadap kliennya.
“Ya, kami sangat menyayangkan jaksa tidak bisa membacakan dakwaan kepada klien kami. Dan ini sudah keempat kalinya,” ungkapnya.
Ia juga mengkritik sistem persidangan daring yang masih diberlakukan di PN Surabaya. Menurutnya, kendala teknis seperti gangguan sinyal kerap mengganggu jalannya proses hukum.
“Ya kami sangat tidak setuju kalau persidangan selalu diterapkan secara online. Gangguan signal menjadi kendala yang menyebabkan terdakwa tidak dapat mendengar secara jelas atas jalannya sidang, sehingga sangat merugikan terdakwa,” tegasnya. (*)