KabarBaik.co – Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPRD Jawa Timur meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk mobil listrik, khususnya jenis mewah. Kebijakan ini dinilai berpotensi menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang selama ini menjadi sumber pembiayaan infrastruktur daerah.
Anggota Komisi C DPRD Jatim Fuad Benardi, menyampaikan bahwa kendaraan listrik memang membawa manfaat lingkungan dan mencerminkan tren positif teknologi transportasi. Namun, pembebasan pajak bagi semua jenis mobil listrik tanpa klasifikasi, terutama yang bernilai di atas Rp 500 juta, dianggap tidak adil bagi daerah.
“Yang menanggung beban pemeliharaan jalan itu pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten. Tapi kendaraan listrik, termasuk yang harganya miliaran rupiah, tidak berkontribusi melalui PKB. Padahal, mereka tetap menggunakan jalan yang dibangun dengan anggaran daerah,” ujar Fuad, Minggu (3/8).
Putra sulung dari Tri Rismaharini ini menegaskan, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali batasan penerima insentif, agar tidak semua kendaraan listrik otomatis dibebaskan dari pajak. Menurutnya, insentif seharusnya ditujukan bagi kendaraan listrik yang benar-benar mendukung program transisi energi dan terjangkau masyarakat luas.
“Kalau harga mobilnya di atas Rp 500 juta, seharusnya tetap dikenai pajak. Mereka tentu mampu membayar, dan kontribusinya bisa digunakan untuk membiayai perbaikan jalan dan pembangunan daerah,” tegasnya.
Fuad juga menyoroti keberlakuan Permendagri No. 6 Tahun 2023 yang menjadi dasar pemberlakuan nol persen PKB untuk kendaraan listrik. Ia menilai, regulasi tersebut perlu dievaluasi karena menyebabkan daerah kehilangan salah satu sumber utama PAD.
Sebagai gambaran, mobil listrik saat ini hanya dikenai biaya administrasi seperti Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) sebesar Rp 143.000, penerbitan STNK Rp 200.000, dan TNKB Rp 100.000. Dengan demikian, total biaya tahunan di tahun pertama hanya sekitar Rp 443.000.
Di tahun kedua hingga keempat, hanya dibayarkan Rp 343.000 per tahun, dan tahun kelima kembali naik menjadi Rp 493.000 karena pergantian plat nomor. Jika diakumulasi, total biaya lima tahun hanya Rp 1.965.000 – jauh lebih murah dibanding mobil konvensional berbahan bakar minyak.
“Jalan rusak tetap harus diperbaiki, dan itu butuh anggaran. Kalau PAD menyusut karena PKB dihapuskan, lalu dananya dari mana?” tutup Fuad.
Fraksi PDIP Jatim berharap pemerintah pusat dapat mempertimbangkan ulang kebijakan ini, dengan membuat klasifikasi insentif agar lebih adil dan tidak merugikan keuangan daerah.(*)