Gangster dan Pesilat Jadi Penyumbang Terbesar Anak Berhadapan dengan Hukum di Gresik

oleh -1135 Dilihat
8bad4320 1893 43be 8166 321c4884e89b
Ilustrasi gangster. (Foto: Ist)

KabarBaik.co – Perguruan silat dan gangster menjadi penyumbang terbesar dalam kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Gresik. Kepala UPTD PPA Gresik, Ratna, menyebut kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak ini tak jarang berujung fatal, mulai dari pengeroyokan hingga penghilangan organ tubuh korban.

“Dalam kasus perguruan, pelaku tidak hanya satu orang, bisa mencapai 4 hingga 8 orang. Begitu juga dengan gangster. Kami tidak menghitung berdasarkan jumlah kasus, tetapi berfokus pada anak yang membutuhkan pendampingan,” ujar Ratna, Selasa (11/2).

Ia menunjukkan bahwa pada 2023, jumlah ABH menjadi yang tertinggi dalam kasus kekerasan di Gresik, dengan perempuan sebagai pelaku 5 dan anak laki-laki 111. Rata-rata umur pelaku 13-17 tahun.

Namun, pada 2024, angka tersebut mengalami penurunan dengan angka 82. Meski begitu, kasus kekerasan yang melibatkan anak tetap menjadi perhatian serius, terutama karena dampaknya yang luas bagi korban maupun pelaku.

Negara mewajibkan pendampingan hukum bagi anak yang menjadi pelaku kejahatan. Proses hukum dimulai dari kepolisian, lalu UPTD PPA mengambil peran dalam mendampingi anak hingga persidangan.

“Kami juga mengajukan agar anak-anak ini ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Blitar, bukan di rutan bersama orang dewasa,” jelas Ratna. Di LPKA, anak-anak akan dibina serta diberikan keterampilan yang berguna bagi masa depan mereka.

Selain pendampingan hukum, UPTD PPA bersama Dinas Sosial dan pekerja sosial (peksos) juga berupaya agar anak-anak ini tetap bisa melanjutkan pendidikan. “Kami berkoordinasi dengan dinas pendidikan dan sekolah agar anak tidak dikeluarkan dari sekolah,” katanya.

Menurut Ratna, faktor utama yang menyebabkan anak terjerumus dalam aksi kekerasan adalah disfungsi keluarga dan pencarian jati diri di usia remaja. Salah pergaulan juga menjadi faktor pemicu.

“Di usia pubertas, mereka ingin menunjukkan eksistensi. Jika lingkungan sosialnya salah, mereka bisa terseret ke dalam kelompok-kelompok berbahaya,” tambahnya.

Meski tren ABH di Gresik sudah menurun, pemerintah daerah terus mengintensifkan upaya pencegahan agar anak-anak tidak semakin banyak yang terseret dalam pusaran kejahatan. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Penulis: Muhammad Wildan Zaky
Editor: Andika DP


No More Posts Available.

No more pages to load.