KabarBaik.co – Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menyebut lintas Ketapang-Gilimanuk menjadi yang paling parah dalam iklim usaha penyeberangan.
Tarif yang rendah dan pengaturan pembagian yang jomplanh, dianggap tidak berpihak kepada pengelola kapal.
Ketua Bidang Usaha san Pentarifan DPP Gapasdap Rakhmatika Ardianto mengatakan di lintas Ketapang-Gilimanuk rendah. Sementara tarif yang masuk ke perusahaan tidak sampai 50 persen.
Ia mencontohkan untuk tarif penumpang Rp 10.600 per orang, sementara yang masuk ke pengusaha kapal hanya Rp 5.100.
“Sisanya terpotong untuk pelabuhan, asuransi, dan biaya lain. Jadi nilainya sama dengan biaya parkir mobil di pinggir jalan,” kata Ardianto saat berkunjung ke Banyuwangi, Kamis (14/8).
Tarif yang berlaku di Lintas Ketapang – Gilimanuk jauh lebih rendah daripada perhitungan tarif ideal yang dihitung oleh pemerintah dan pihak terkait pada 2019. Selisih atas kekurangan tarif itu sebesar 31,8 persen.
“Padahal perhitungan tarif saat itu masih menggunakan kurs dolar sekitar Rp 13.200–Rp 13.400. Sementara kini kurs sudah mencapai Rp 16.500,” terangnya.
Pembagian tarif yang rendah dan tidak adil itu bahkan hanya berlaku di lintas Ketapang-Gilimanuk. Pembagian tarif tiket untuk pengelola kapal masih lebih baik di lintasan lain. Seperti lintasan Merak-Bakauheni. Di lintasan itu, pihak kapal masih menerima sekitar 70 persen dari tarif tiket.
“Komposisi pendapatan yang diterima operator kapal idealnya 90–95 persen dari tarif untuk operasional. Sisanya untuk asuransi dan pelabuhan,” ungkap dia.
Gapasdap juga mengkritisi sistem penjualan tiket operator pelabuhan yang dianggap merugikan penumpang karena adanya tarif biaya admin dan agen.
“Harga tiket yang dibeli penumpang di lapangan sering lebih mahal, bisa antara Rp 17.000 sampai Rp 19.500 untuk penumpang (jalan kaki). Selisih dari tarif resmi itu karena biaya-biaya di agen atau pihak ketiga,” ujarnya.
Bagi Ardianto, hal tersebut menjadi ironi bagi pegusaha kapal. Sebab, penumpang harus membayar tiket lebih mahal dari tarif resmi. Namun, pengelola kapal tetap mendapat pembagian tarif yang nilainya rendah.
Gapasdap mendesak pemerintah untuk memberlakukan penyesuaian tarif sesuai keputusan yang ada. Ia menyebut, Menteri Perhubungan sebenarnya telah mengeluarkan keputusan tarif baru pada 18 Oktober 2024. Tarif itu rencananya diberlakukan 1 November 2024.
Namun pergantian pemerintahan membuat rencana tersebut ditunda hingga kini. Tidak ada kepastian kapan keputusan tarif baru akan berlaku.
Menurutnya, rendahnya tarif tiket membuat iklim penyebrangan di penghubung Jawa dan Bali tak maksimal. Kenaikan tarif diyakini akan membuat para pengelola kapal meningkatkan standar keselamatan dan kenyamanan bagi penumpang.