KabarBaik.co – Pesona Tari Topeng Malang kembali memukau ribuan penonton dalam ajang Gebyak Wayang Topeng Malang yang digelar di kawasan wisata Boon Pring, Turen, pada 8–9 November 2025. Pertunjukan kolosal ini menjadi bagian dari Festival Ekonomi Kreatif (Ekraf) Kabupaten Malang 2025, sekaligus wujud nyata komitmen daerah dalam menjaga dan mengembangkan warisan budaya.
Tari Topeng Malang menjadi pusat perhatian sepanjang festival. Lebih dari sekadar tontonan, gebyak ini menjadi simbol pelestarian Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang telah diakui sejak 2014. Cerita Panji yang menjadi inti kisah Topeng Malang juga telah tercatat dalam Memory of the World UNESCO sejak 2017, menegaskan nilai sejarah dan filosofi yang dikandungnya.
Di hari pertama, lima kelompok tari topeng tampil memukau, antara lain Sanggar Madyo Utomo, Dharmo Langgeng, Sailendra, Bayu Candra Kirana, dan Condro Kirono. Para penari menampilkan lakon-lakon klasik sarat pesan moral dengan gerak anggun namun berkarakter khas Malangan. Pementasan ini dikurasi oleh maestro Topeng Malang Ki Soleh Adi Pramono, dengan pemandu acara Eko Ujang dari Komunitas Tari Laras Aji.
Suasana di Boon Pring kian hidup oleh alunan gamelan dan lenggak-lenggok penari topeng yang memadukan keindahan seni gerak, musik, dan spiritualitas Jawa Timur bagian timur.
Kepala Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Hartono, mengatakan Gebyak Wayang Topeng menjadi bagian penting dari strategi pelestarian kesenian daerah yang dikolaborasikan dengan kegiatan pariwisata.
“Tari Topeng Malang adalah warisan budaya yang memiliki daya tarik luar biasa. Melalui gebyak ini, kami ingin menghadirkan kesenian tradisional ke ruang publik agar makin dikenal dan dicintai generasi muda,” ujar dia, Minggu (9/11).
Sementara itu, Suroso, Ketua Presidium Dewan Kesenian Jawa Timur, menyebut para seniman topeng sebagai penjaga identitas budaya Malang Raya. “Para pelaku Topeng Malang adalah pewaris nilai-nilai luhur budaya Jawa Timur. Mereka rutin menggelar gebyak dalam tradisi bersih desa, hajatan, dan festival. Ini bukan sekadar pertunjukan, melainkan napas kehidupan budaya masyarakat,” tuturnya.
Di hari kedua, gebyak menampilkan lima kelompok lainnya, yakni Padepokan Mangun Dharma, Asmoro Bangun, Madyo Laras, Ngesti Pandowo, dan Mantraloka, yang menyuguhkan variasi gaya dan karakter khas tiap wilayah Malang. Selain pertunjukan seni, festival juga dimeriahkan oleh Pasar Deling, pameran produk ekonomi kreatif, lomba band pelajar, dan pemutaran film lokal.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Purwoto, menegaskan pentingnya menjadikan kesenian tradisional sebagai penggerak ekonomi kreatif. “Festival Ekraf Kabupaten Malang menjadi wadah sinergi antara seniman, pelaku usaha kreatif, dan masyarakat. Pelestarian budaya seperti Tari Topeng Malang ini harus memberi manfaat nyata bagi masa depan ekonomi dan pariwisata daerah,” tegasnya.
Dengan semangat kolaborasi dan kebanggaan budaya, Tari Topeng Malang kembali membuktikan dirinya sebagai ikon seni yang tak lekang zaman, dan menari di antara tradisi dan kemajuan, menjaga identitas Kabupaten Malang di panggung nasional maupun dunia. (*)








