KabarBaik.co – Di tengah derasnya arus modernisasi, tradisi spiritual Kirab 1 Suro di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, menunjukkan bahwa warisan leluhur masih punya tempat istimewa di hati generasi muda dan warga dunia.
Digelar Jumat kemarin, kirab ini bukan sekadar ritual, tapi juga ruang edukasi, regenerasi nilai, serta destinasi budaya spiritual yang mulai mendapat perhatian internasional.
Selama 49 tahun, kirab ini terus berlangsung sejak digagas oleh keluarga besar Yayasan Hondo Dento pada 1975. Tahun ini, ratusan peserta kembali terlibat dalam kirab yang menempuh rute dari Balai Desa Menang menuju Pamuksan Joyoboyo, tempat moksa Raja Sri Aji Joyoboyo, dan dilanjutkan ke Sendang Tirto Kamandanu.
Yang menarik, banyak peserta kirab tahun ini adalah anak muda dan pelajar. “Kami terus tanamkan nilai-nilai paugeran dan kesucian lewat tradisi ini. Anak-anak kami latih untuk memahami makna bukan sekadar seragam atau pusaka, tapi spiritualitas yang diwariskan,” ujar Chatarina Etty dari Yayasan Hondo Dento.
Kesucian tetap menjadi syarat utama. Pembawa bunga harus gadis belum menstruasi, sedangkan pembawa payung boleh gadis atau perjaka yang sudah balig namun tetap dalam keadaan suci. Paugeran ini, menurut Etty, menjadi benteng nilai sekaligus sarana pendidikan karakter yang kuat.
Menariknya lagi, tradisi ini mulai dikenal di luar negeri. Salah satu peserta, Anamaria warga Prancis mengaku rutin ikut kirab sejak tiga tahun terakhir. Perempuan yang tinggal di Malang itu bahkan menyusun paket wisata spiritual untuk memperkenalkan tradisi 1 Suro kepada rekan-rekannya di Eropa.
“Saya terkesan dengan kedalaman maknanya. Ini bukan sekadar budaya, tapi perenungan dan penghormatan terhadap leluhur. Tradisi seperti ini harus dijaga dan dikenalkan ke dunia,” ujar Anamaria dalam bahasa Indonesia yang fasih.
Dari sisi pemerintahan, Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri, Mustika Prayitno Adi, menyatakan bahwa Kirab 1 Suro menjadi contoh pelestarian budaya yang berhasil menyeimbangkan nilai spiritual dan pengembangan ekonomi.
“Kita lihat sendiri bagaimana tradisi ini menggerakkan pelaku UMKM, menarik wisatawan, dan tetap menjaga nilai aslinya. Kami sedang siapkan dukungan ke depan, termasuk integrasi dengan wisata budaya dan museum,” ujarnya.
Tahun ini, kirab juga memasuki siklus istimewa dalam penanggalan Jawa, yakni tahun Dal yang selalu jatuh di hari Jumat. Maka sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Islam, prosesi utama di Pamuksan dilakukan sebelum salat Jumat, sementara ke Sendang hanya diikuti peserta inti.
Tradisi tak berhenti di Menang. Yayasan Hondo Dento juga akan menggelar labuhan di Pantai Parangkusumo pada 15 Suro dan ritual lanjutan di Sendang Tirtasani, Pati, bertepatan dengan Maulid Nabi, semua di hari Jumat, mengacu pada paugeran tahun Dal.
Dengan keterlibatan anak-anak muda, turis asing, dan dukungan pemerintah, Kirab 1 Suro Menang telah menjelma bukan hanya sebagai agenda tahunan, melainkan ruang belajar, merawat warisan leluhur, serta menjembatani spiritualitas lokal dengan perhatian global.(*)