GUSDURian Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

oleh -60 Dilihat
ALISSA WAHID
Alissa Wahid (Foto Antara)

KabarBaik.co— Peringatan Hari Pahlawan 2025 menghadirkan dilema tentang bagaimana bangsa Indonesia mengingat sejarahnya. Di satu sisi, masyarakat mendapatkan teladan dari nama-nama tokoh yang berperan dalam perjuangan dan pembangunan bangsa. Namun di sisi lain, momentum ini justru digunakan penguasa untuk membuka kembali luka lama dalam sejarah kelam Indonesia.

Pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun dinilai Jaringan GUSDURian sebagai langkah yang patut dipertanyakan. Meski Soeharto memiliki jejak dalam perjuangan kemerdekaan, pembangunan, dan swasembada pangan, memori kolektif bangsa menunjukkan sisi lain dari kepemimpinannya.

Selama berkuasa, Soeharto terlibat dalam berbagai tindakan yang mencederai nilai-nilai kepahlawanan. Rezim Orde Baru yang dipimpinnya selama lebih dari tiga dekade melakukan berbagai pelanggaran terhadap prinsip demokrasi, termasuk pelanggaran hak asasi manusia, praktik korupsi, represi politik, dan pembatasan kebebasan sipil.

Hal ini membuatnya dinilai tidak memenuhi syarat integritas moral dan keteladanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Jaringan GUSDURian menilai pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan sebuah pengkhianatan terhadap demokrasi, khususnya terhadap gerakan reformasi yang telah menumbangkan rezim otoritarian yang korup.

Dalam pernyataan resmi yang ditandatangani oleh Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, jaringan ini menyampaikan tiga sikap utama:

Pertama, menolak secara tegas pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dan menganggapnya sebagai pengkhianatan terhadap demokrasi dan reformasi. Kedua, menyayangkan keputusan Presiden Prabowo Subianto dan jajaran pemerintah yang dinilai tidak didasari alasan yang arif, melainkan karena relasi keluarga dan kepentingan politik.

Ketiga, mendesak pemerintah agar lebih selektif dalam memberikan gelar pahlawan di masa mendatang. Gelar tersebut, menurut GUSDURian, hanya pantas diberikan kepada tokoh yang teguh memegang nilai moral dan mengorbankan diri untuk kemaslahatan rakyat, bukan sebaliknya — mengorbankan rakyat demi kekuasaan.

“Bukan jabatan dan kekuasaan yang menentukan seseorang dapat disebut pahlawan, melainkan karakter moral dan etis, terutama berkaitan dengan tindakan yang mengangkat kemaslahatan masyarakat serta menjaga harkat dan martabat manusia,” tegas Alissa Wahid dalam rilis tersebut. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.