KabarBaik.co- Hari ini (7/3), kasus gelar doktor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia ditentukan. Universitas Indonesia (UI) akan mengumumkan rekomendasi empat organnya yang telah disampaikan beberapa hari lalu. Rekomendasi itu merupakan hasil Sidang Dugaan Pelanggaran Etik Mahasiswa Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI.
’’Konferensi pers ini akan membahas hasil serta tindak lanjut yang akan diambil UI terkait sidang etik tersebut, sebagai bentuk komitmen UI dalam menjaga integritas akademik dan etika mahasiswa,” demikian undangan bernomor surat S-32/UN2.HIP/HMI.03/2025 yang ditandatangani Arie Afriansyah, direktur Humas, Media, Pemerintah dan Internasional UI, Rabu (5/3).
Rencananya, konferensi pers soal disertasi Menteri yang juga ketua umum DPP Partai Golkar itu dijadwalkan mulai pukul 11.00 WIB. Dalam surat undangan, konferensi pers akan dilaksankan di Ruang Senat FKUI Salemba.
Sebelumnya, empat organ UI yang terdiri atas Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, Senat Akademik Universitas, dan Rektorat dikabarkan mengadakan pertemuan Selasa (4/3) lalu. Dalam risalah rapat pleno yang telah beredar, pihak UI menemukan fakta bahwa disertasi Bahlil terindikasi melanggar empat standar akademik UI.
Pertama, disertasi Bahlil disebut tidak jujur dalam pengambilan data karena diperoleh tanpa izin narasumber dan tidak transparan dalam penggunaannya. Kedua, pelanggaran standar akademik karena Bahlil diterima dan lulus dalam waktu singkat tanpa memenuhi syarat akademik yang ditetapkan kampus UI.
Ketiga, Bahlil ditengarai mendapatkan perlakuan khusus dalam proses akademik, mulai dari pembimbingan hingga kelulusan, termasuk dugaan mengubah penguji disertasi secara mendadak. Keempat, proses ini disebut sarat konflik kepentingan karena promotor dan co-promotor disebut memiliki keterkaitan profesional dengan kebijakan Bahlil saat menjabat sebagai pejabat negara.
Atas empat pelanggaran di atas, Dewana Guru Besar UI merekomendasikan disertasi Bahlil harus dibatalkan. Meski demikian, Bahlil masih diberi kesempatan untuk menulis ulang disertasi dengan topik baru sesuai standar akademik UI. Keputusan ini bersifat rekomendasi. Pembatalannya berada di tangan rektor.
Dikutip dari laman resmi UI, Bahlil meraih gelar doktor UI setelah mempertahankan disertasi bertajuk “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia” dalam Sidang Promosi Doktor yang berlangsung di Makara Art Center (MAC) UI. Disertasi Bahlil menyoroti pentingnya reformulasi kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia untuk menciptakan keadilan dan keberlanjutan bagi masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah.
Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa hilirisasi saat ini menghasilkan dampak positif, khususnya bagi pemerintah pusat dan investor melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), investasi, dan ekspor. Namun, ia juga mengidentifikasi empat masalah utama yang perlu segera disikapi.
“Pemerintah daerah belum mendapat dana transfer yang adil untuk mengatasi berbagai masalah sosial dan lingkungan di daerah. Pengusaha daerah juga belum terlibat secara maksimal dalam ekosistem hilirisasi, sementara hilirisasi masih didominasi oleh investor asing. Selain itu, investor di daerah belum memiliki rencana diversifikasi jangka panjang yang berdampak pada keberlanjutan hilirisasi di masa mendatang,” ujar Bahlil.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Bahlil merekomendasikan empat kebijakan utama. Pertama, reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi agar lebih adil bagi pemerintah daerah. Kedua, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah untuk menciptakan nilai tambah lokal.
Ketiga, penyediaan pendanaan jangka panjang bagi perusahaan nasional yang terlibat dalam hilirisasi. Terakhir, kewajiban diversifikasi jangka panjang bagi investor guna memastikan keberlanjutan setelah cadangan mineral habis.
Selain itu, Bahlil juga menekankan pentingnya pembentukan Satuan Tugas dengan mandat dari Presiden untuk mengoordinasikan kebijakan hilirisasi, baik dengan pemerintah maupun pelaku usaha, serta mengusulkan penguatan tata kelola yang berorientasi pada hasil konkret, penerapan conditionalities, dan pendekatan yang iteratif dan eksperimental.
“Saya berharap temuan dalam penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah atau pemangku kepentingan lain di Indonesia yang terlibat dalam pembuatan kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi panduan dalam mereformulasi kebijakan hilirisasi nikel dan memperkuat kelembagaan serta tata kelola untuk mendukung hilirisasi industri sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sidang tersebut diketuai oleh Prof Dr I Ketut Surajaya, dengan Prof Dr Chandra Wijaya sebagai promotor, serta Dr Teguh Dartanto dan Athor Subroto Ph.D sebagai ko-promotor. Tim penguji terdiri atas para ahli seperti Dr Margaretha Hanita SH, Prof Dr A. Hanief Saha Ghafur, Prof Didik J. Rachbini MSc PhD, Prof Dr Arif Satria dan Prof Dr Kosuke Mizuno.
Turut hadir pada sidang tersebut sejumlah pejabat tinggi, akademisi, dan tokoh industri. Beberapa di antaranya adalah Prof Dr (HC) KH Ma’ruf Amin, yang saat itu masih menjadi Wapres. Lalu, Jusuf Kalla, Wapres periode 2004–2009 dan 2014–2019, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Wakil Ketua MPR H. Kahar Muzakir, Wakil Ketua DPR Dr Ir Adies Kadir, Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin, Wakil Ketua MK Prof Dr Anwar Usman, dan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Sujono Djojohadikusumo. (*)