KabarBaik.co – Naiknya harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.500 perkilo untuk gabah kering tidak lantas membuat para petani di Kabupaten Bojonegoro memilih menjual hasil panen gabahnya ke Badan Logistik (Bulog) setempat. Beberapa petani malah lebih memilih menjual ke tengkulak.
Abdul Hadi, salah satu petani di Kecamatan Kanor, Bojonegoro mengaku bahwa dirinya lebih memilih menjual hasil panennya ke tengkulak langganannya setiap panen. Meskipun dia sadar bahwa harga di tengkulak lebih rendah dari yang ditetapkan Bulog.
“Ribet kalau mau ke Bulog, harus nurutin keinginannya. Kalau ke tengkulak kan cepet lihat tanaman kita dan langsung ngasih harga per kwintalnya,” ujar Abdul Hadi, Kamis (16/1).
Meski demikian, Abdul Hadi mengaku belum mengetahui secara pasti berapa harga dari tengkulak. Namun, beberapa tengkulak sudah menghubunginya meskipun tanaman padi miliknya belum memasuki masa panen.
“Kalau panen kemarin perkilonya dikasih harga Rp 5.000, nggak tau kalau tahun ini. Tapi infonya sih lebih baik dari tahun kemarin,” kata Abdul Hadi.
Menurut Abdul Hadi, selama ia bertani tidak pernah sekalipun melihat petugas Bulog di area pesawahan di desanya. Karena itu, dia mengaku tidak tahu menahu bagaimana caranya menjual hasil panen miliknya ke Bulog.
“Petani itu cari cepatnya, soalnya biaya untuk menanam padi maupun perawatan itu kita banyak yang hutang dan kita bakal membayar hutang kita saat panen,” tuturnya.
Sementara itu, Pimpinan Cabang (Pinca) Bulog Bojonegoro, Ferdian Dharma Atmaja mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih melakukan penjaringan ke para gabungan kelompok tani (gapoktan) di sejumlah wilayah kerjanya yang meliputi tiga kabupaten, yakni Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan.
“Dengan naiknya HPP gabah kering panen yang kemarin dinaikan oleh pemerintah pusat, harapan kami para petani menyetorkan hasil panennya ke kita dan kini kita masih berkeliling ke lapangan untuk menemui para gapoktan di beberapa wilayah kerja kita,” ujar Ferdian Dharma Atmaja. (*)