KabarBaik.co- Jelang pelaksanaan puncak haji, saat ini seluruh jemaah haji dari berbagai negara sudah berada di Kota Makkah. Jumlahnya mencapai jutaan orang. Mayoritas mereka berasal dari Negara Asia. Dan, selama ini Indonesia berkontribusi paling besar.
Pada 2024, misalnya. Total jemaah haji mencapai 1,83 juta orang. Dari jumlah tersebut, Indonesia mengirimkan sekitar 241 ribu jemaah. Dengan demikian, Indonesia pada 2024 berkontribusi sekitar 13,15 persen dari total jemaah haji dunia. Adapun total jumlah jemaah asal Asia mencapai 63,3 persen.
Karena seluruh jemaah sudah tiba di Makkah, kondisi Tanah Haram hari-hari ini begitu padat. Terutama di area Masjidil Haram. Mereka bersiap-siap untuk menjalani puncak haji. Mulai Rabu (4/6), para jemaah akan bergerak ke Arafah. Melaksanakan wukuf yang berlangsung Kamis (5/6).
Jarak Makkah ke Arafah sekitar 21 kilometer (km) dengan waktu tempuh berkisar 30–45 menit dengan naik bus. Tentu waktu tempuh itu bergantung kondisi lalu lintas. Setelah wukuf di Arafah, mulai Kamis (5/6) petang para jemaah melanjutkan perjalanan ke Muzdalifah untuk menetap sejenak. Ambil kerikil. Jarak Arafah ke Muzdalifah sekitar 9 km, waktu tempuh 15–30 menit dengan bus.
Selanjutnya, pada Jumat (6/6) dini hari, para tamu Allah itu mulai didorong dari Muzdalifah ke Mina. Jarak dua lokasi ini sekitar 6–7 km dengan waktu tempuh 15–20 menit dengan bus. Jika ditotal, perjalanan Makkah-Arafah-Muzdalifah-Mina mencakup sekitar 37 km.
Baca juga: Panggilan Langit
Berdasarkan pelaksanaan pada musim haji sebelum-sebelumnya, pergerakan para jemaah dari Arafah ke Muzdalifah berlanjut ke Mina kerap mengalami kendala. Kepadatan lalu-lintas. Terutama dari Muzdalifah ke Mina. Maklum, jumlah jemaah mencapai jutaan orang. Tahun lalu, tak sedikit jemaah yang belum terangkut dari Muzdalifah ke Mina hingga siang. Padahal, biasanya pagi hari sudah tiba di Mina untuk melempar jumrah.
Karena kepadatan tersebut, tidak sedikit jemaah yang akhirnya memilih jalan kaki. Dari Muzdalifah ke Mina. Karena kondisi itulah biasanya fisik jemaah haji banyak terkuras. Terutama para jemaah lanjut usia (lansia). Jemaah pun dipastikan kurang istirahat atau kurang tidur selama menjalani prosesi puncak haji tersebut.
Nah, prosesi Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) itulah terbilang fase atau mass kritis. Butuh antisipasi. Data jemaah sakit atau meninggal dunia biasanya langsung melonjak. Pihak Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi pun sudah memberikan imbauan agar para jemaah haji mempersiapkan diri menyambut puncak haji tersebut. Tentu, semuanya berharap para jemaah haji diberikan kesehatan, kelancaran dan kemudahan.
Yang jelas, berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama RI, ada 100 jemaah haji Indonesia dilaporkan meninggal di Tanah Suci hingga Jumat (30/5), pukul 02.00 WIB. Sebanyak 62 persen laki-laki dan 38 persen perempuan. Dari sisi usia, 53 persen merupakan kategori lansia.
Data jemaah wafat menurut embarkasi menunjukkan, lima embarkasi mencatatkan angka tertinggi. Yakni, Embarcasi SOC (Solo) sebanyak 15 jemaah, Embarcasi JKS (Jakarta-Bekasi) 13 jemaah, Embarcasi SUB (Surabaya) 13 jemaah, Embarkasi JKG (Jakarta-Pondok Gede) 12 jemaah, dan Embarcasi UPG (Makassar) 11 jemaah.
Berdasarkan data Siskohat tahun lalu, total jemaah meninggal selama pelaksanaan musim haji ada sebanyak 461 orang. Pada 2023 mencapai 773 orang dan tahun 2022 (89 orang). Untuk tahun 2020 dan 2021, pelaksanaan haji ditiadakan lantaran pandemi Covid-19. Adapun tahun 2019, jumlah jemaaf wafat asal Indonesia 356 orang, 2018 (292 orang), 2017 (483 orang), 2016 (258 orang), dan 2015 (499 orang).
Suhu Ekstrem, Waspada Heat Stroke
Anggota Amirul Hajj Indonesia sekaligus Kepala Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar memperingatkan jemaah haji Indonesia untuk mewaspadai heat stroke. Sebab, suhu di Arab Saudi diperkirakan bisa mencapai 50 derajat Celsius pada pelaksanaan puncak haji.
’’Tubuh kita umumnya hanya mampu mentolerir hingga 40 derajat. Artinya ada kelebihan suhu yang cukup ekstrem,” kata Taruna dalam keterangan resminya di Jeddah, Sabtu (31/5).
Untuk mencegah heat stroke atau serangan panas, Taruna meminta jemaah haji memperbanyak minum air demi menjaga cairan tubuh. Baik air mineral maupun air zamzam. Dia mengatakan, cairan dalam tubuh akan membantu menjaga keseimbangan ketika pembuluh darah melebar akibat panas. Jemaah haji juga diminta lebih mengenali sinyal dari tubuh jika merasa kelelahan dan membutuhkan istirahat.
’’Kalau mulai merasa pusing atau lemas, segera berteduh di tempat sejuk seperti bawah pohon atau bangunan dan beri waktu tubuh untuk pulih,” tuturnya.
Kepada jemaah haji yang memiliki riwayat heat stroke, dia juga menyarakan untuk melakukan ibadah pada malam hari saat suhu lebih rendah. “Jika terkena heat stroke, berbaring di tempat sejuk, beri ruang udara, minum air jika masih sadar, pijat lembut bagian punggung atau kaki dan boleh dikompres dingin,” katanya.
Dia menegaskan, cuaca panas bukan halangan untuk tetap sehat selama berhaji, asal jemaah menjaga diri. “Dengan persiapan yang baik dan saling mengingatkan, jemaah kita Insya Allah bisa menjalani ibadah dengan lancar dan selamat,” pungkasnya. (*)