KabarBaik.co – Karnaval Kemerdekaan di Desa Pangkahwetan, Kecamatan Ujungpangkah, Gresik pada Minggu (10/8), berlangsung meriah meski tanpa dentuman sound horeg yang biasa memekakkan telinga.
Sebanyak 67 regu dengan total peserta sekitar 4.000–4.500 orang memadati jalur karnaval untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80.
Mengusung tema “Kultur Sosial Masyarakat Kita”, karnaval tahun ini menjadi panggung yang memadukan kesadaran lingkungan, potret kehidupan sosial, dan kreativitas seni rakyat.
“Contohnya tadi ada yang mengangkat soal mangrove, yang memang harus kita jaga ekosistemnya. Selain menanam, kita juga harus pandai memelihara,” ujarnya. Ada pula kelompok yang memvisualkan potret kemiskinan sebagai pengingat realitas yang masih jadi bayang-bayang.
Namun, pusat perhatian tak terbantahkan jatuh pada salah satu objek karnaval saat itu, ular raksasa sepanjang 50 meter, dijuluki dengan nama Ular Bengawan Solo. Dibuat dari karung bekas yang dimodifikasi sedemikian rupa menjadi tubuh ular berliku, karya ini diarak oleh regu gabungan RT 1/RW 13 dan RT 3 RW 13.
Tubuhnya yang meliuk di jalan desa menyerupai naga perayaan, berwarna hitam tapi dengan sentuhan lokal yang membumi.
Meskipun tanpa iringan sound horeg, karnaval kemerdekaan di pesisir utara Gresik ini tetap berlangsung semarak. “Kita semua taat aturan pemerintah, jadi mereka menggunakan sound kecil sehingga tidak mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar,” tandasnya.
Pembatasan penggunaan perangkat audio bertenaga besar ini dari penjelasannya sebagai bentuk tindaklanjut atas Forkopimda Jawa Timur yang telah menerbitkan Surat Edaran Bersama yang diteken Gubernur Jawa Timur, Kapolda, dan Pangdam, tertanggal (6/8). SE Bersama Nomor 300.1/6902/209.5/2025, Nomor SE/1/VIII/2025, dan Nomor SE/10/VIII/2025 itu memuat aturan detail tentang penggunaan pengeras suara di masyarakat. Mulai dari batas kebisingan, dimensi kendaraan pembawa sound system, hingga ketentuan waktu, tempat, dan rute.
Dalam SE tersebut, salah satunya diatur mengenai penggunaan pengeras suara untuk kegiatan berpindah seperti karnaval, unjuk rasa, dan penyampaian pendapat di muka umum dibatasi maksimal 85 dBA. Kebijakan ini dimaksudkan agar perayaan publik tetap hidup tanpa melanggar norma agama, kesusilaan, maupun hukum.
Hasilnya, karnaval Pangkahwetan tetap gegap gempita meski tanpa gebyar suara memekakkan telinga. Kostum berwarna-warni, arak-arakan unik, hingga replika ular Bengawan Solo sepanjang puluhan meter menjadi daya tarik utama, membuktikan bahwa kemeriahan tak selalu bergantung pada dentuman bass.
Sebelumnya, Forkopimda Gresik juga menggelar rapat koordinasi terkait pembatasan sound horeg, Kamis (7/8), yang dipimpin Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani.(*)