Kasus Harun Masiku: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Dituntut 7 Tahun Penjara oleh KPK

oleh -413 Dilihat
HASTO DITAHAN
Sekjen PDIP Hasto Krsitiyanto. (Foto IST)

KabarBaik.co- Drama panjang kasus pelarian buronan Harun Masiku memasuki babak baru. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, resmi dituntut 7 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan menghalangi penyidikan dan turut serta dalam praktik suap.

Tuntutan itu dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (3/7). “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun serta denda sebesar Rp 600 juta, subsider enam bulan kurungan,” tegas jaksa di hadapan majelis hakim.

Hasto dinilai secara sah melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam surat tuntutan setebal 1.300 halaman, JPU memaparkan peran Hasto dalam upaya mengaburkan jejak Harun Masiku, buronan dalam kasus suap penetapan anggota DPR periode 2019–2024.

Salah satu tindakan kunci yang menyeret Hasto adalah perintah kepada ajudannya, Nur Hasan, untuk merendam ponsel ke dalam air guna menghilangkan bukti digital, setelah KPK melakukan OTT terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Tak hanya itu, Hasto juga didakwa turut menyuap Wahyu Setiawan bersama tiga orang lainnya dengan uang senilai SGD 57.350 dan Rp 600 juta, demi memuluskan langkah Harun Masiku menggantikan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

Dalam dakwaan yang dibacakan sebelumnya, jaksa menyebut bahwa Hasto secara eksplisit menyatakan bahwa Harun Masiku harus dibantu menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi “keputusan partai.”

“Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai,” kutip jaksa dari dakwaan.

Hasto bahkan disebut aktif memerintahkan bawahannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, untuk mengurus proses penggantian tersebut ke KPU RI dan terus melaporkan setiap perkembangan, termasuk soal penyerahan uang.

Dalam tuntutannya, JPU juga menyebut sejumlah hal yang memberatkan Hasto, seperti tidak mendukung pemberantasan korupsi dan tidak mengakui perbuatannya. Namun, sikap sopan selama persidangan, tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya, menjadi catatan meringankan.

Sementara itu, tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto balik ‘’menyerang’’ JPU KPK) usai pembacaan tuntutan pidana 7 tahun penjara terhadap Hasto. Ronny Talapessy, pengacara utama Hasto, menilai isi surat tuntutan setebal 1.300 halaman tersebut tidak berdasar, sarat asumsi, dan menjauh dari fakta-fakta persidangan.

“Tuntutan ini sangat tidak berdasar. Jaksa tidak logis, tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan yang ada selama ini,” ujar Ronny kepada awak media saat jeda sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/7).

Ronny menuding jaksa hanya mengulang konstruksi lama dari penyidikan, bukan menyusun tuntutan berdasarkan apa yang terbukti di ruang sidang. “Dasar tuntutan hanya merangkai ulang cerita yang sejak awal dikonstruksikan penyidik, dan tidak berbasis pada apa yang kita uji dan terungkap di persidangan,” tegasnya.

Terkait tuduhan suap, Ronny mempertanyakan: “Siapa yang melihat langsung? Siapa yang mendengar langsung?” Ia menekankan bahwa tidak satu pun saksi menyebut kliennya secara langsung terlibat dalam penyerahan uang suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

“Dari semua saksi kunci di persidangan, uang suap dari Harun Masiku itu bukan dari Hasto Kristiyanto,” tambahnya.

Ronny juga menyanggah keras tuduhan perintangan penyidikan yang dialamatkan kepada Hasto. Ia menyebut jaksa gagal menjelaskan secara rinci bentuk perintangan yang dituduhkan. “Kalau dikatakan terlibat perintangan penyidikan, riilnya seperti apa? Merintangi siapa?” tanya Ronny.

Ia bahkan menyebut bahwa salah satu saksi menyebut dua pria berbadan tegap sebagai pelaku penghilangan barang bukti, bukan Hasto, tapi dua orang yang hingga kini belum diperiksa KPK.

Tak hanya aspek teknis, Ronny juga menyoroti dugaan politisasi kasus ini. Ia mengkritik pendekatan jaksa yang lebih menekankan “logika” ketimbang pembuktian sah secara hukum. ’’Jaksa tidak boleh sekadar ‘melogikakan’ peristiwa; tapi wajib membuktikannya secara sah, adil, dan bermoral. Hukum bukan alat untuk membenarkan asumsi, melainkan sarana untuk menegakkan kebenaran.”

Ronny bahkan menyebut tuntutan ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap asas due process of law, menegaskan bahwa proses hukum terhadap kliennya sarat tekanan politik dan narasi yang dibangun sepihak. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: F Noval
Editor: Hardy


No More Posts Available.

No more pages to load.