Kejati Jatim Hentikan Penuntutan 7 Perkara Tindak Pidana Melalui Keadilan Restoratif

oleh -310 Dilihat
Kajati Jatim saat memimpin ekapose restorative justice.

SURABAYA – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menghentikan penuntutan terhadap 7 perkara tindak pidana melalui keadilan restoratif. Hal ini dilakukan dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan keadilan restoratif.

Pemberhentian penuntutan dilakukan setelah dilakukan ekspose di hadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) melalui sarana virtual. Ekspose tersebut dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Mia Amiati, SH, MH, dengan didampingi Wakajati, Aspidum, Koordinator di Bidang Pidum dan beberapa Kajari terkait.

Ketujuh perkara tersebut terdiri dari:

3 perkara penganiayaan (Pasal 351 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Lamongan (2 perkara) dan Kejari Bondowoso (1 perkara).
2 perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (Pasal 44 UU RI No 23 Tahun 2004) yang diajukan oleh Kejari Blitar dan Kejari Sumenep (masing-masing 1 perkara).
1 perkara penipuan (Pasal 379a atau Pasal 378 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Blitar.
1 perkara penggelapan (Pasal 372 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Kabupaten Malang.

Baca juga:  Kajati Jatim dan Seniman Ludruk Berkolaborasi Edukasi Hukum

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Mia Amiati, SH, MH, mengatakan bahwa pemberhentian penuntutan ini dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat dengan menyeimbangkan antara kepastian hukum dan kemanfaatan dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan berdasarkan hukum dan hati Nurani.

“Hal ini menjadi pembuktian nyata bahwa penegakan hukum tidak hanya tajam ke bawah. Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana,” ujar Mia Amiati.

Baca juga:  Kejati Jatim Tetapkan 4 DPO Kasus Perusakan Hutan

Keadilan restoratif merupakan pendekatan dalam penegakan hukum yang bertujuan untuk mencapai rekonsiliasi dan pemulihan melalui dialog terbuka dan responsif antara korban, pelaku, dan masyarakat yang terkena dampak. Dalam pendekatan ini, pelaku tindak pidana didorong untuk mengakui kesalahannya dan mengambil tanggung jawab atas perbuatannya, sedangkan korban didorong untuk menerima permintaan maaf dan memaafkan pelaku.

Baca juga:  Kajati Jatim Hadiri Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pengamanan Pembangunan Strategis BBWS Bengawan Solo

Pemberhentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dapat dilakukan jika memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain:

Tindak pidana yang dilakukan bersifat ringan atau tidak berat.
Korban setuju untuk menjalani proses keadilan restoratif.
Pelaku mengakui kesalahannya dan bersedia untuk mengambil tanggung jawab atas perbuatannya.
Ada kesepakatan antara korban dan pelaku untuk menyelesaikan permasalahan.
Pemberhentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan dan bermartabat.(kb05)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.