KabarBaik.co – Sejumlah jurnalis dan pengelola media yang tergabung dalam organisasi pers di Kabupaten Bojonegoro menyuarakan keberatan atas maraknya praktik distribusi ulang berita tanpa izin oleh sejumlah akun media sosial, khususnya TikTok.
Melalui organisasi pers yang tercatat resmi di Dewan Pers, para jurnalis memberikan peringatan keras kepada sejumlah pengelola akun yang diduga kerap mengambil dan memproduksi ulang karya jurnalistik tanpa seizin pemiliknya.
Beberapa akun yang menjadi sorotan adalah Bojonegoro Kita, Bojonegoro Kondang, dan Bojonegoro Habits. Akun-akun tersebut dinilai kerap menyalin berita dari media siber secara utuh, lalu membagikannya kembali dalam format video maupun unggahan foto.
“Ini sangat merugikan kami selaku pengelola media. Berita yang mereka unggah ulang bisa mengalihkan traffic pembaca dari portal resmi kami ke akun mereka,” ungkap Imam Nurcahyo, pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Timur, Rabu (20/8).
Imam menegaskan, tindakan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Hak Cipta serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia bahkan membuka peluang untuk membawa persoalan ini ke ranah hukum.
“Kalau praktik ini terus berlanjut, kami akan mempertimbangkan untuk melaporkannya ke Polres Bojonegoro,” tegasnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro, Mohamad Suaeb, mendukung langkah hukum jika ditempuh rekan-rekan media. Ia menilai praktik reposting konten berita secara utuh di media sosial dapat dikategorikan sebagai plagiarisme.
“Produk jurnalistik bukanlah konten biasa. Di baliknya ada proses panjang, tenaga, pikiran, dan biaya. Jika kemudian diambil mentah-mentah oleh akun komersial, tentu ini merugikan,” ujarnya.
Suaeb juga menegaskan bahwa distribusi ulang berita tanpa izin berdampak pada turunnya jumlah pembaca di portal media asli, yang pada akhirnya mengurangi potensi pendapatan iklan.
“Ini bisa masuk kategori plagiarisme, melanggar UU Hak Cipta. Dampaknya viewer di website turun karena orang cukup membaca di medsos. Ujung-ujungnya bisa merugikan iklan dan pendapatan media,” tandasnya. (*)