KabarBaik.co- Peringatan Hari Hak untuk Tahu Sedunia (Right to Know Day) menegaskan pentingnya akses informasi publik. Terutama bagi kaum perempuan korban kekerasan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti bahwa hak atas informasi bukan sekadar wacana, melainkan penopang utama pemenuhan keadilan dan pemulihan korban.
Selama lima tahun terakhir, catatan Komnas Perempuan menunjukkan kasus kekerasan terhadap perempuan tetap tinggi. Tahun 2020 tercatat 302.300 kasus, melonjak pada 2021 menjadi 459.094, kemudian sedikit menurun namun tetap masif: 457.895 kasus (2022), 401.975 kasus (2023), dan 445.502 kasus (2024). Kasus ini terjadi di ranah personal, publik, hingga negara.
Komisioner Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani, menegaskan bahwa tanpa akses informasi yang memadai, perempuan korban kerap kehilangan arah. “Hak atas informasi bukan sekadar hak untuk mengetahui, namun juga hak untuk mengonstruksi hidup yang bermartabat. Tanpa informasi, perempuan korban bisa tidak tahu harus melapor ke mana, layanan apa yang tersedia, dan kebijakan apa yang melindungi mereka,” ujarnya dalam siaran persnya, Minggu (28/9).
Sejalan dengan itu, Komisioner Irwan Setiawan menambahkan bahwa keterbukaan informasi merupakan prasyarat hadirnya keadilan. “Transparansi informasi krusial untuk memastikan akuntabilitas negara, menguatkan partisipasi masyarakat, mendorong kebijakan responsif gender, dan membantu perempuan korban kekerasan,” tandasnya.
Namun, akses terhadap informasi masih jauh dari ideal. Wakil Ketua Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, mengungkapkan hambatan serius yang dialami perempuan, terutama perempuan migran, perempuan berhadapan dengan hukum, dan perempuan adat. Banyak dari mereka kesulitan mengakses layanan perlindungan dan pemulihan, bahkan menghadapi ancaman kriminalisasi hanya karena menuntut informasi.
Baca Juga: Jelang Right to Know Day: Mengenal Komisi Informasi. Sahabat Keterbukaan Informasi Publik
Komnas Perempuan pun menyerukan badan publik untuk berbenah. Momentum Hari Hak untuk Tahu Sedunia ini dijadikan pengingat agar layanan informasi publik di Indonesia semakin transparan, mudah diakses, dan akuntabel, sebagai bagian dari upaya nyata menghapus kekerasan terhadap perempuan. (*)