Kisah Post Power Syndrome Ditampilkan Apik Komunitas TomboAti Jombang Lewat Darpana

oleh -154 Dilihat
WhatsApp Image 2025 08 03 at 11.46.31 AM
Darpana yang dipentaskan apik oleh Komunitas TomboAti Jombang

KabarBaik.co – Gedung Kesenian Jombang dipadati ratusan penonton dari berbagai usia sejak pintu dibuka. Mereka datang dengan rasa penasaran menyaksikan ‘Darpana’, pertunjukan teater ke-44 dari Komunitas TomboAti, yang sekaligus menjadi penanda ulang tahun komunitas tersebut yang ke-29.

Suasana penuh bisik-bisik penasaran terasa di antara bangku penonton. “Katanya ini kisah keluarga tapi kayak kerajaan?” celetuk seorang remaja di barisan tengah. Namun, rasa ingin tahu itu segera berubah menjadi keheningan saat lampu meredup dan pertunjukan dimulai.

Panggung seketika berubah menjadi kerajaan megah. Properti dan kostum bernuansa pewayangan menghidupkan suasana zaman Ramayana, lengkap dengan singgasana besar berlatar cermin raksasa di tengah panggung.

Tapi yang mencuri perhatian adalah kehadiran komedian Moh. Shuluhil Amin alias Cak Ukil, yang sukses memancing tawa sebagai tokoh Kidang Alit lewat gaya dagelan khasnya.

Namun di balik komedi segar, terselip kisah getir yang mengendap. Narasi perlahan mengungkap bahwa dunia kerajaan yang ditampilkan hanyalah hasil delusi Aryo, sang kepala keluarga yang tak mampu menerima kenyataan setelah kehilangan pengaruhnya di masyarakat.

“Aryo itu cerminan dari mereka yang terkena Post Power Syndrome. Dulu ditokohkan, sekarang harus kembali jadi orang biasa. Tapi dia tidak siap,” ungkap sang sutradara, Imam Ghozali Ar. Minggu (3/8/).

Imam yang juga baru saja purna tugas menyebut pentas ini sebagai ruang katarsis. “Delusi Aryo menjelma jadi panggung pewayangan. Istrinya jadi Dewi Sinta, pembantu jadi Prahasta, semua dipaksa ikut hidup dalam imajinasinya,” jelasnya.

Puncak pertunjukan terjadi saat keluarga Aryo harus memilih langkah pahit, membawa sang ayah ke rumah sakit jiwa. Momen emosional ini disebut Imam sebagai titik reflektif bahwa cinta juga butuh keberanian mengambil keputusan sulit.

Judul Darpana, diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti cermin, menjadi simbol utama dari pesan pertunjukan. “Ini bukan sekadar hiburan, tapi ruang refleksi. Semua orang bisa jadi Aryo, jika tak mampu berdamai dengan kenyataan,” tegas Imam.

Naskah Darpana sendiri merupakan hasil adaptasi dari karya legendaris Nano Riantiarno berjudul ‘Maaf, Maaf, Maaf’. Penulis naskah, Fandi Ahmad, mengaku hanya mempertahankan sekitar 60 persen alur asli, sementara sisanya digubah ulang agar lebih relevan dengan isu hari ini.

“Inspirasi datang dari kisah pribadi sutradara sendiri yang baru pensiun. Jadi penulisan ini juga jadi terapi emosional bagi kami yang terlibat,” kata Fandi.

Dengan durasi sekitar dua jam, penonton dibawa naik turun dalam emosi antara gelak tawa dan keheningan reflektif. Visual panggung yang detail, pengolahan musik yang menyatu, serta kekuatan dialog menjadikan Darpana tak hanya pentas, tapi pengalaman teater yang menyentuh.

Usai pertunjukan, tepuk tangan panjang menggema. Namun yang lebih terasa adalah tatapan diam dari penonton yang keluar satu per satu, seolah Darpana belum selesai. Ia masih bergema di dalam pikiran. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Teguh Setiawan
Editor: Imam Wahyudiyanta


No More Posts Available.

No more pages to load.