KabarBaik.co – Di tengah arus digital yang deras menggempur, di mana gawai pintar lebih akrab di genggaman ketimbang warisan leluhur, muncul secercah harapan dari Jombang. Farel Yuda Kusuma, pemuda belia berusia 18 tahun, memilih jalur sunyi namun bermakna: menghidupkan kembali seni wayang, pusaka budaya Jawa yang mulai tergerus zaman.
Di kediamannya yang sederhana di Kelurahan Kaliwungu, Kecamatan Jombang, Farel tak hanya terpukau pada keelokan visual dan filosofi mendalam wayang. Lebih dari itu, jemarinya yang lincah kini piawai menciptakan karakter-karakter wayang dengan sentuhan personal. Karya-karyanya tak hanya menghiasi ruang pribadinya, namun juga menyapa khalayak luas melalui jagat maya. Dengan semangat membara, Farel membuktikan bahwa seni tradisional tak kehilangan pesonanya di mata generasi Z.
Benih kecintaan Farel pada wayang tumbuh subur sejak ia duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar pada tahun 2013. Sebuah buku pelajaran Bahasa Jawa bergambar wayang menjadi titik awal ketertarikannya.
“Bagi saya, waktu itu gambar wayang yang ada di buku pepak bahasa jawa sangat menarik, terutama dari segi bentuknya yang unik,” kenang siswa SMAN 3 Jombang ini.
Kendati tak ada jejak seniman wayang dalam silsilah keluarganya, bakat seni rupanya mengalir deras dalam diri Farel. Sang kakek, yang akrab disapa Mbah Kakung, adalah seorang pengrawit, penabuh gamelan yang menanamkan bibit seni dalam keluarga.
Berbekal rasa ingin tahu yang besar, Farel mulai belajar secara autodidak. Internet dan buku-buku tentang wayang menjadi guru setianya.
Hingga akhirnya, di bangku kelas 4 SD, ia memberanikan diri untuk membuat wayang sendiri, bahkan merintis usaha kecil-kecilan dengan menjual wayang berbahan dasar kertas karton.
“Saya membuat wayang untuk diri sendiri, tetapi jika ada yang tertarik, saya menerima pesanan,” ujar Farel kepada wartawan pada Kamis(10/4).
Usaha rumahan itu kini bertransformasi menjadi KF Productions, yang memasarkan karya-karyanya melalui platform media sosial Instagram, menjangkau para pecinta seni di dunia maya.
Tak hanya mahir dalam menciptakan wujud wayang, Farel juga pernah mencicipi atmosfer panggung seni. Meski belum pernah tampil utuh sebagai seorang dalang, ia pernah memukau penonton di acara sekolahnya, memainkan lakon dengan iringan musik karawitan dari teman-teman sekelasnya.
“Saya memang mengikuti ekstrakurikuler karawitan di sekolah, jadi saya lebih banyak belajar tentang musik dan seni pertunjukan,” imbuhnya.
Farel mengaku begitu terpesona dengan narasi-narasi dalam dunia pewayangan, terutama lakon Pendawa Sukur atau Sesaji Rajo Joyo.
Kisah tentang keberhasilan Pandawa membangun negara dan menggelar sesaji sarat akan nilai-nilai luhur tentang kebijaksanaan dan keteguhan hati.
Di balik kekagumannya pada wayang, Farel melihat seni tradisional ini sebagai oase ketenangan jiwa, sebuah keindahan dan harmoni yang mampu menjadi pelarian dari hiruk pikuk kehidupan modern.
“Bagi saya, wayang bukan hanya soal bentuknya, tetapi juga nilai estetika yang terkandung di dalamnya. Itu yang membuat saya terus menyukai dan menggeluti seni ini,” tuturnya dengan penuh semangat.
Meski usianya masih tergolong muda, dedikasi Farel dalam melestarikan dan mempromosikan budaya Jawa patut diacungi jempol. Dengan keyakinan teguh, ia berharap generasi muda lainnya dapat lebih mengenal dan menghargai warisan budaya bangsa, termasuk wayang.
“Boleh saja mencintai budaya luar, tapi jangan sampai kita terlena dan melupakan budaya kita sendiri. Wayang memiliki banyak nilai moral yang dapat kita petik,” pesan Farel dengan nada bijak.
Dengan asa agar seni tradisional tetap lestari, Farel terus berkarya dan berupaya menjadi inspirasi bagi rekan-rekan seusianya untuk menumbuhkan kecintaan pada budaya Indonesia.
Sebagai seorang pemuda yang telah menjejakkan kaki di dunia seni pewayangan, Farel berharap dapat terus mengembangkan kemampuannya dan menjadikan seni tradisional ini sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidupnya.
Kini, Farel tengah bersiap untuk menapaki gerbang perguruan tinggi. Rencananya, ia akan melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengambil jurusan Sendratasik, sembari terus mengembangkan sayapnya di kancah seni pewayangan.
Di tangan Farel Yuda Kusuma, tradisi tak lagi tampak usang, namun bertransformasi menjadi narasi yang relevan bagi generasi kini dan nanti.(*)