KabarBaik.co – Seorang advocat, Wiwik Tri Haryati, menyampaikan keberatan atas penghentian penyelidikan laporan dugaan pelanggaran UU ITE yang sebelumnya dia layangkan ke Polres Pasuruan. Ia merasa dirugikan atas pemberitaan yang menuding dirinya menerima uang panas dan jual beli perkara. Sayangnya perkara itu justru tak berlanjut.
Elisa Andarwati, kuasa hukum Wiwik Tri Haryati menilai keputusan penyidik menghentikan penyelidikan perkara yang dilaporkan kliennya pada 27 Maret 2025 itu terlalu prematur. Laporan tersebut perkara pemberitaan di media siber CBN-Indonesia.com berjudul “Diduga, Pengacara Posbakum Polres Pasuruan Minta Rp 40 Juta untuk Bebaskan Terduga Pengedar Narkoba”.
Menurut Elisa, penghentian penyelidikan hanya mengacu pada satu alat bukti dari keterangan ahli pidana. Padahal, merujuk pada Pasal 184 KUHAP, setidaknya dibutuhkan dua alat bukti untuk membuat terang suatu perkara. “Klien kami sudah menyerahkan bukti-bukti lain, namun itu tidak dipertimbangkan. Proses ini terkesan terburu-buru, tidak objektif, bahkan diskriminatif,” kata Elisa.
Elisa juga menyoroti sejumlah kejanggalan selama proses. Mulai dari pemanggilan pemeriksaan di luar Polres Pasuruan, mediasi yang disebut dipaksakan, hingga penyampaian surat pemberitahuan hasil penyelidikan yang menurutnya dilakukan dengan tipu muslihat. “Padahal kami cukup terbuka mendukung kepolisian dalam perkara ini. Termasuk jika memerlukan ahli bahasa atau dari Dewan Pers sebenarnya kami sanggup menjembatani jika penyelidik memerlukan akses,” bebernya.
Elisa menjelaskan, penghentian penyelidikan ini merugikan kliennya secara moral maupun profesional. Apalagi, Dewan Pers telah mengeluarkan putusan yang menilai pemberitaan CBN-Indonesia.com melanggar kode etik jurnalistik dan memerintahkan permintaan maaf terbuka kepada pihak yang memberitakan berita tersebut. “Sayangnya, rekomendasi itu juga belum dijalankan sebagaimana mestinya oleh pihak teradu,” ujarnya.
Pihaknya meminta Kapolres Pasuruan membatalkan Surat Nomor B/563/VII/RES.1.24/2025/Satreskrim dan memerintahkan penyelidikan dilanjutkan secara profesional, objektif, dan transparan. “Kami minta pengawasan internal diperketat agar penanganan perkara tidak diskriminatif. Tunjukkan bahwa Polri benar-benar profesional dan presisi,” tegasnya.
Sementara itu, Wiwik Tri Haryati mengaku kecewa. Menurutnya, dihentikannya penyelidikan kasus ini akan berimbas pada menurunnya kepercayaan publik ke Polres. Apalagi statusnya juga seorang Bhayangkari. “Laporan saya ini justru demi memulihkan harkat dan martabat institusi Polri. Tapi saat pengacaranya dituduh terima uang dan jual beli perkara, malah prosesnya dihentikan. Kenapa justru saya yang dihinakan?” ujarnya. (*)