KabarBaik.co- Di beranda belakang sebuah rumah kuno di Solo, berdiri sebuah kursi goyang kayu jati, warnanya sudah pudar, sandarannya retak di sisi kiri, dan dudukannya berderit bila disentuh. Banyak yang menganggapnya hanya kursi lama biasa, peninggalan nenek dari masa lalu. Tapi bagi sebagian orang yang memahami ilmu warisan leluhur Jawa, kursi itu lebih dari sekadar tempat duduk ia adalah tahta gaib, tempat bersemayamnya yang tak kasat mata.
Kursi goyang tua dipercaya bisa menjadi ‘media singgah’ bagi arwah leluhur, atau bahkan makhluk dari dimensi lain. Ia bergoyang bukan hanya karena angin, tetapi karena ada yang datang, duduk dan diam-diam mengamati.
Goyangan yang Mengandung Isyarat
Kisah-kisah warga sekitar pun menyebutkan bahwa goyangan kursi bisa jadi tanda baik atau buruk. Kadang pelan dan menenangkan, seperti pelukan dari nenek yang sudah tiada. Kadang bergerak cepat, seperti marah atau gelisah.
Dalam beberapa kepercayaan Jawa, kursi kayu tua sering digunakan dalam ritual pemanggilan arwah atau penyambutan leluhur. Ia ditempatkan menghadap keluar rumah, seperti menyambut tamu yang datang dari alam lain.
Tak Sembarangan Diduduki
Banyak orang yang mencoba duduk di kursi tua tersebut merasa tubuhnya berat, seperti ada yang ikut duduk bersama. Beberapa bahkan mengaku bermimpi buruk, melihat sosok perempuan tua yang duduk diam, memandang lurus tanpa ekspresi.
Menurut kepercayaan kejawen, kursi bukan hanya untuk manusia. Jika sudah terlalu lama menjadi tempat singgah roh, maka benda itu menyimpan energi yang tak bisa sembarangan diganggu. Kadang, hanya dengan memindahkannya beberapa senti saja, sudah cukup untuk membangunkan yang lama tertidur.
Diam yang Menyimpan Cerita
Bagi orang Jawa, benda tua seperti kursi goyang adalah penyimpan waktu. Ia tahu cerita-cerita yang tak pernah diucap, tangis yang tidak terdengar, dan rahasia keluarga yang hanya dibisikkan dalam hati. Ada yang membiarkannya tetap di tempatnya, tak pernah dibersihkan, seolah tahu itu bukan hanya kayu dan paku. Ia adalah saksi, kadang perantara, bahkan mungkin pelindung.
Karena dalam budaya leluhur, benda kuno tak pernah benar-benar kosong. Ia selalu punya ingatan tentang siapa yang pernah duduk, siapa yang diam-diam datang dan siapa yang masih menunggu giliran untuk kembali. Dan dalam setiap goyangannya, bisa jadi itu bukan hanya gesekan kayu melainkan bisikan dari dunia yang tak terlihat, yang hanya bisa dimengerti mereka yang percaya.