KabarBaik.co – Pemerintah berencana melarang impor pakaian bekas. Kebijakan itu memicu kekhawatiran di kalangan pedagang thrifting yang selama ini menggantungkan hidup dari bisnis jual beli busana bekas impor. Mereka menilai, pelarangan total justru bisa mematikan roda ekonomi kecil yang sudah terbentuk di sektor ini.
Roni Febriansyah, pedagang thrifting sekaligus penyelenggara Bazar Pakaian Bekas di GOR Tawangalun, Banyuwangi, mengungkapkan kekecewaannya terhadap rencana pelarangan tersebut. Menurutnya, bisnis thrifting memiliki perputaran ekonomi yang cukup besar dan mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi banyak orang.
“Kalau dilarang total, tentu memberatkan. Mungkin lebih bijak kalau diatur, bukan dilarang,” ujarnya saat ditemui saat Bazar di GOR Tawangalun, Selasa (11/11).
Roni menjelaskan, dalam setiap event bazar pakaian bekas, transaksi bisa mencapai ratusan juta rupiah. Dari omzet sebesar itu, ratusan pedagang dari berbagai daerah ikut terlibat, menciptakan efek berganda bagi ekonomi.
“Untuk event sekarang ada 80 seller dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Kalau diakumulasikan, omzetnya bisa ratusan juta rupiah,” katanya.
Roni menilai, anggapan bahwa pakaian bekas merugikan UMKM tidak sepenuhnya benar. Justru, menurutnya, produk impor baru dari China jauh lebih berdampak terhadap penurunan penjualan produk lokal.
“Thrifting punya pasar tersendiri. Pembelinya berbeda dengan konsumen baju baru lokal. Jadi bukan pesaing langsung,” tegasnya.
Roni juga menegaskan, para pelaku usaha thrifting siap mengikuti regulasi yang lebih ketat, termasuk dalam hal perpajakan.
“Kami para seller sebenarnya mau kok bayar pajak. Bahkan kami ingin berkontribusi ke negara. Jadi intinya, kami berharap ada pengaturan yang jelas, bukan pelarangan,” tambahnya.
Mayoritas pakaian yang dijual para pedagang thrifting berasal dari luar negeri, terutama Korea dan Jepang, yang dibeli melalui importir. Jika pelarangan impor pakaian bekas diberlakukan, Roni khawatir ribuan pelaku usaha akan kehilangan mata pencaharian.
“Kalau sampai dilarang, dampaknya pasti menambah pengangguran. Banyak teman-teman kami yang menggantungkan hidup dari sini,” ujarnya.
Dari sisi sosial-ekonomi, bisnis thrifting telah membentuk ekosistem ekonomi alternatif yang menghidupi banyak pihak mulai dari pengepul, penyortir, penjual online, hingga penyelenggara event bazar.
Karena itu, para pedagang berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan dampak riil di lapangan.






