KabarBaik.co – Larangan penjualan pakaian bekas atau thrifting yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak pihak menilai kebijakan tersebut berdampak langsung pada pelaku usaha kecil.
Warda, salah satu pegawai toko thrifting di Sidoarjo, menilai kebijakan ini memiliki sisi positif dan negatif. Menurutnya, thrifting menjadi alternatif bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan barang bermerek dengan harga terjangkau.
Ia juga menjelaskan bahwa banyak warga sekitar yang sudah menggantungkan hidup dari bisnis thrifting.
“Kalau usaha ini dilarang, sama saja mempersempit lapangan pekerjaan. Padahal pengangguran masih banyak,” jelas Warda kepada KabarBaik.co, Kamis (13/11).
Warda menilai pemerintah seharusnya menyediakan lapangan kerja terlebih dahulu sebelum menertibkan pedagang thrifting. Ia juga mengkritisi janji penciptaan 19 juta lapangan pekerjaan yang dinilai belum terlihat realisasinya.
Meski demikian, Warda mengakui sisi negatif dari aktivitas thrifting, terutama yang melibatkan impor barang bekas. Menurutnya, impor pakaian bekas bisa menambah mengancam produk lokal.
Sementara itu, Maria, salah satu pengunjung toko thrifting, menyatakan dukungannya terhadap larangan impor barang bekas non-cukai. Ia menilai perdagangan ilegal tersebut dapat merugikan negara dari sisi pendapatan cukai.

“Saya setuju kalau barang bekas impor dilarang. Tapi kalau thrifting brand lokal, harusnya tetap boleh. Produk lokal juga banyak yang bagus,” kata Maria.
Secara terpisah Wakil Ketua Umum Kadin Kota Surabaya, Medy Prakoso, sependapat dengan Menteri Keuangan. Menurutnya, semua aktivitas thrifting impor bersifat ilegal karena tidak melalui izin resmi.
“Barang thrifting impor itu semuanya ilegal, kecuali beli dari tetangga sendiri. Tujuannya untuk menjunjung tinggi produk lokal,” ujar Medy saat dikonfirmasi.
Medy menambahkan ketentuan tentang impor barang bekas telah diatur dalam Permendag Nomor 16 hingga 25 Tahun 2025. Setiap impor wajib melalui laporan surveyor dan persetujuan impor.
“Kalau tidak melalui prosedur itu, otomatis ilegal,” pungkasnya.
Medy juga mengatakan jika pemerintah ingin menanggulangi maraknya impor barang bekas, sebaiknya pengawasan di setiap perbatasan diperketat.
“Pengawasan di pintu masuk harus benar-benar ketat agar barang ilegal tidak mudah masuk,” tutupnya. (*)








