KabarBaik.co – Indonesia kaya akan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, salah satunya adalah legenda Rawa Pening yang berasal dari Jawa Tengah. Danau seluas 2.670 hektare ini membentang di empat kecamatan, yaitu Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru. Selain menjadi destinasi wisata yang memukau, Rawa Pening menyimpan kisah mistis yang dipercaya oleh masyarakat sekitar. Konon, danau ini terbentuk akibat kutukan seekor naga sakti bernama Baru Klinting.
1. Lahirnya Seekor Naga Ajaib
Kisah ini bermula dari seorang wanita bernama Endang Sawitri, yang secara ajaib mengandung tanpa memiliki seorang suami. Kehamilannya terjadi setelah ia meletakkan sebuah pusaka di pangkuannya. Untuk menghindari rasa malu dan menutupi aibnya, keluarganya menjodohkan Endang Sawitri dengan seorang lelaki bijak bernama Ki Hajar Salokantara.
Namun, ketika tiba waktunya melahirkan, bukan bayi manusia yang ia lahirkan, melainkan seekor naga. Naga ini kemudian diberi nama Baru Klinting. Meskipun berwujud seperti ular raksasa, Baru Klinting bukan makhluk biasa. Ia memiliki kesaktian luar biasa dan mampu berkomunikasi seperti manusia.
2. Pertapaan Melingkari Gunung Telomoyo
Seiring bertambahnya usia, Baru Klinting ingin mengubah takdirnya dan menjadi manusia seutuhnya. Ayah tirinya, Ki Hajar Salokantara, memberikan syarat yang sangat berat: bertapa dengan cara melingkari Gunung Telomoyo. Jika berhasil, maka kutukan yang menimpanya akan terlepas, dan ia bisa hidup sebagai manusia.
Dengan tekad yang kuat, Baru Klinting memulai pertapaannya. Ia membelitkan tubuhnya yang panjang mengelilingi Gunung Telomoyo dan berdiam diri dalam keheningan. Bertahun-tahun ia melakukan pertapaan, hingga akhirnya kekuatannya berkembang, dan ia berhasil mengubah wujudnya menjadi seorang anak manusia.
3. Penolakan Penduduk Desa dan Sayembara Aneh
Setelah berhasil menjadi manusia, Baru Klinting turun dari gunung dan mencoba berbaur dengan masyarakat. Namun, ada satu masalah besar: wajahnya buruk rupa dan tubuhnya penuh luka akibat pertapaan panjangnya. Bukannya diterima, ia malah dihina dan diusir dengan kasar oleh penduduk desa.
Namun, di tengah penolakan itu, ia bertemu dengan seorang janda tua bernama Nyai Latung yang berbaik hati menolongnya. Ia memberi makan dan tempat beristirahat bagi Baru Klinting. Sebagai ungkapan terima kasih, Baru Klinting berpesan kepada Nyai Latung: “Jika terjadi sesuatu yang aneh, segeralah naik ke atas lesung.”
Merasa kecewa dengan penduduk desa, Baru Klinting berencana memberi mereka pelajaran. Ia menancapkan sebatang lidi ke tanah dan menantang para penduduk dalam sebuah sayembara. Barang siapa yang mampu mencabut lidi itu, maka ia akan mendapatkan keberuntungan besar.
Penduduk desa awalnya menganggap remeh tantangan ini. Banyak pria bertubuh kekar mencoba mencabut lidi tersebut, namun tak satu pun yang berhasil. Setelah semua penduduk gagal, Baru Klinting sendiri yang mencabut lidi tersebut.
4. Air Bah dan Terbentuknya Rawa Pening
Begitu lidi itu tercabut, lubang kecil di tanah mulai menyemburkan air. Awalnya hanya setetes, lalu berubah menjadi aliran deras yang semakin membesar. Dalam hitungan menit, air meluap seperti air bah yang menenggelamkan seluruh desa.
Bunyi kentongan tanda bahaya bergema di seluruh desa, namun semuanya sudah terlambat. Penduduk desa yang sebelumnya mengusir Baru Klinting kini berusaha menyelamatkan diri dari air yang semakin tinggi. Satu per satu mereka hanyut dan tenggelam, hingga akhirnya desa itu benar-benar hilang di bawah genangan air.
Di sisi lain, Nyai Latung yang ingat akan pesan Baru Klinting segera naik ke atas lesung. Ia selamat dari bencana tersebut, menyaksikan bagaimana desa itu berubah menjadi sebuah danau luas. Karena airnya sangat jernih dan bening, tempat itu kemudian diberi nama Rawa Pening, yang berarti rawa yang bening.
Legenda Rawa Pening menjadi salah satu cerita rakyat yang paling terkenal di Jawa Tengah. Kisah ini mengajarkan nilai moral bahwa kesombongan dan perilaku buruk kepada sesama dapat berujung pada bencana. Selain itu, cerita ini juga menjadi pengingat bahwa seseorang yang dianggap hina bisa saja memiliki kekuatan luar biasa yang tidak boleh diremehkan. Hingga kini, Rawa Pening tetap menjadi tempat yang indah sekaligus menyimpan aura mistis yang dipercayai oleh masyarakat sekitar.