KabarBaik.co – Mahkamah Agung (MA) resmi membatalkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur, 31, terdakwa kasus penganiayaan yang menewaskan Dini Sera Afriyanti, 29. Dalam putusan kasasi, MA menghukum Ronald Tannur dengan pidana penjara selama lima tahun. Putusan tersebut disampaikan melalui laman resmi Kepaniteraan MA pada Rabu (23/10).
“Amar putusan: kabul kasasi penuntut umum, batal judex facti,” demikian bunyi amar putusan yang disampaikan majelis hakim MA, yang dipimpin oleh Soesilo dengan anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Panitera pengganti dalam perkara ini adalah Yustisiana. Vonis kasasi tersebut dijatuhkan pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Perkara dengan nomor: 1466/K/Pid/2024 itu menguatkan dakwaan alternatif kedua dari penuntut umum yang menyatakan Ronald Tannur terbukti melanggar Pasal 351 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penganiayaan yang menyebabkan kematian. “Terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP – Pidana penjara selama 5 (lima) tahun – barang bukti = Conform Putusan PN – P3 : DO,” demikian bunyi amar putusan kasasi.
Kasus ini menarik perhatian publik setelah pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Ronald Tannur dinyatakan bebas oleh majelis hakim. Putusan tersebut mengundang kritik keras dari berbagai pihak, termasuk dari keluarga korban. Mereka mempertanyakan alasan hakim membebaskan terdakwa yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Dini Sera Afriyanti.
Dalam putusannya, majelis hakim PN Surabaya, yang dipimpin oleh Erintuah Damanik dengan anggota Mangapul dan Heru Hanindyo, menyatakan bahwa kematian Dini tidak disebabkan oleh penganiayaan yang dilakukan Ronald. Menurut hakim, korban meninggal akibat penyakit lain yang diperparah oleh konsumsi alkohol, bukan karena luka-luka akibat dugaan penganiayaan.
Perkara dengan nomor: 454/Pid.B/2024/PN Sby yang diklasifikasikan sebagai kejahatan terhadap nyawa ini dibacakan pada Rabu (24/7) dalam sidang terbuka untuk umum. Putusan bebas ini kemudian menuai kontroversi karena dianggap tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, di mana banyak saksi yang menguatkan bahwa Ronald terlibat dalam penganiayaan terhadap Dini.
Komisi Yudisial (KY) turut ambil bagian dalam kasus ini dengan mengajukan rekomendasi sanksi berat kepada majelis hakim yang membebaskan Ronald Tannur. KY menyarankan pemberhentian tetap dengan hak pensiun terhadap Erintuah Damanik dan dua hakim lainnya. KY juga meminta agar Mahkamah Agung segera menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
Tidak lama setelah putusan kasasi MA, Tim Jampidsus Kejaksaan Agung melakukan penangkapan terhadap Erintuah Damanik dkk. Mereka ditangkap atas dugaan suap terkait pengurusan perkara Ronald Tannur. Pengacara terdakwa juga ikut ditangkap dalam operasi yang dilakukan secara tertutup pada hari yang sama.
Penangkapan ini semakin memperkuat kecurigaan publik bahwa putusan bebas yang diberikan di PN Surabaya terkait kasus Ronald Tannur tidak berjalan secara independen. Banyak pihak mendesak agar kasus ini diusut tuntas dan mengharapkan agar proses hukum dapat berjalan transparan tanpa intervensi. (*)