OLEH: A. NUR AMINUDDIN*)
DALAM konteks tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), transparansi dan akuntabilitas bukanlah sekadar jargon, melainkan prasyarat utama. Di Kabupaten Bojonegoro, prinsip ini diwujudkan melalui sebuah praktik kepemimpinan yang unik. Yakni, Medhayoh. Secara harfiah berarti berkunjung atau bertamu, Medhayoh adalah mekanisme di mana bupati dan jajarannya secara proaktif mendatangi desa-desa untuk mendengar, menyapa, dan menyerap aspirasi langsung dari masyarakat.
Medhayoh bukan hanya kegiatan seremonial. Namun, sebuah inovasi pelayanan publik yang melengkapi dan bahkan melampaui mekanisme formal keterbukaan informasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Program ini, yang merupakan akronim dari Medhar Perkoro Supoyo Jadi Nayoh (mengurai masalah untuk solusi), mengubah filosofi keterbukaan informasi dari sekadar kepatuhan administratif menjadi budaya kepemimpinan yang berbasis pada kedekatan dan dialog yang intensif.
Medhayoh menjadi satu di antara program unggulan 100 hari kerja Bupati Setyo Wahono sejak April 2025. Berdasarkan publikasi, Medhayoh telah dilaksanakan setidaknya lima kali. Yakni, April, berlangsung di Desa Mojorejo, Kecamatan Ngraho, fokus pada aspirasi pertanian dan air bersih. Lalu, bulan Mei, di Desa Semambung, Kecamatan Kanor, dikombinasikan dengan program KUSUMO untuk layanan publik dan kesejahteraan.
Pada Juni, dii Desa Ngujung, Kecamatan Temayang, seputar penataan wilayah selatan, pertanian, dan kesehatan. Kemudian, Juli, di Desa Glagahwangi, Kecamatan Sugihwaras, menekankan kepedulian pertanian tembakau dan layanan kesehatan gratis, dan Agustus, di Desa Bareng, Kecamatan Sekar, fokus pada kesehatan, stunting, dan pengembangan wisata
Frekuensi dan fokus kegiatan ini menunjukkan komitmen Pemkab Bojonegoro sebagai Badan Publik untuk terus menjaring informasi publik dari masyarakat. Data tersebut menegaskan bahwa Medhayoh adalah saluran resmi yang sistematis untuk memperoleh informasi, bukan hanya pertemuan insidental.
Medhayoh sebagai Implementasi Tepat Sasaran UU KIP
Medhayoh mengintegrasikan tiga pilar utama UU KIP dengan pendekatan yang holistic. Pertama, memperkuat partisipasi warga (Pasal 3 huruf b). UU KIP bertujuan mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Melalui Medhayoh, masyarakat diberikan ruang deliberasi yang setara. Keluhan dan masukan langsung yang disampaikan, misalnya terkait masalah pertanian tembakau, pemkab memastikan bahwa aspirasi rakyat menjadi input utama dalam penyusunan kebijakan sektor tersebut. Kehadiran langsung pimpinan daerah menghilangkan hambatan birokrasi, menjadikan UU KIP benar-benar menyentuh akar rumput.
Kedua, transparansi rencana dan proses pengambilan keputusan (Pasal 4 ayat (2) huruf b). Medhayoh secara langsung memenuhi hak warga untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan alasan pengambilan suatu keputusan publik. Misalnya, setelah menampung aspirasi di Ngraho, pemkab berkomitmen melaksanakan percepatan rencana pembangunan embung diumumkan langsung oleh Bupati.
Selain itu, program yang dikombinasikan dengan program lain seperti KUSUMO atau dirangkai dengan kegiatan penanaman pohon, menjadi bukti nyata pemenuhan Informasi Publik Berkala (Pasal 9). Aksi tindak lanjut berupa instruksi di tempat adalah Informasi Wajib Disediakan Serta Merta (Pasal 10), karena menunjukkan tindakan konkret Badan Publik dalam mengatasi masalah yang mendesak.
Ketiga, layanan informasi dan pelayanan publik terpadu (Pasal 7). Medhayoh secara konsisten membawa serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk memberikan pelayanan langsung. Mulai dari layanan kesehatan gratis (Cek Kesehatan Gratis/CKG), konsultasi perizinan usaha, hingga penyediaan informasi terkait administrasi kependudukan. Ini adalah bentuk pemenuhan kewajiban Badan Publik untuk memudahkan akses masyarakat terhadap layanan dasar dan informasi, mengubah filosofi pelayanan dari pasif (menunggu di kantor) menjadi proaktif (mendatangi warga).
Jembatan Keterbukaan Sejati
Keberhasilan Medhayoh terletak pada kemampuannya mengkonversi aspirasi yang didengar menjadi kebijakan yang riil dan dapat dipertanggungjawabkan, seperti transformasi skema santunan duka menjadi kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Medhayoh adalah model kepemimpinan yang mereduksi sekat birokrasi, menjadikan UU KIP sebagai budaya kerja yang berbasis pada kedekatan dan kemauan mendengar. Melalui pelaksanaan yang terfokus pada isu-isu krusial daerah, Medhayoh memastikan bahwa informasi yang terbuka menghasilkan kebijakan publik yang inklusif, relevan, dan akuntabel.
Penting untuk digarisbawahi, program dialog langsung dengan masyarakat ini mungkin bukan fenomena tunggal di Bojonegoro. Di beberapa daerah lain, inisiatif serupa bisa jadi juga dilakukan kepala daerah, meskipun menggunakan nama dan format yang berbeda. Yang jelas, inti dari semua program tersebut tetap sama. Yakni, mendobrak dinding formalitas birokrasi dan menciptakan ruang interaksi dua arah yang intensif.
Terlepas dari penamaannya, setiap program yang mempertemukan langsung pimpinan daerah dengan warganya merupakan bagian fundamental dalam pemenuhan amanat UU KIP. Inisiatif semacam ini menjadi penentu penting dalam membangun kepercayaan publik, meningkatkan partisipasi warga, dan memastikan bahwa semangat keterbukaan informasi publik tidak hanya berhenti pada ketersediaan dokumen, melainkan termanifestasikan dalam aksi nyata dan keputusan yang berasal dari suara rakyat dan untuk rakyat. (*)
*) A. NUR AMINUDDIN, Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur








