KEMATIAN seorang diplomat muda adalah tragedi. Kehilangan seorang putra bangsa yang berdedikasi. Mengabdi di garis depan diplomasi. Ini patut mendapat perhatian tinggi dari negara. Namun, di tengah duka dan pertanyaan yang menyelimuti berpulangnya Arya Daru Pangayunan, ada satu pemandangan yang mengusik. Keheningan dari Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia, Sugiono.
Sejak kabar duka itu tersiar, respons resmi dari Kemenlu hanya lamat-lamat datang melalui juru bicara. Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Judha Nugraha memang telah melawat, menyampaikan belasungkawa dengan datang langsung ke rumah duka di Bantul. Langkah yang patut diapresiasi, tentu saja. Namun, apakah itu cukup? Dalam situasi di mana perhatian publik begitu besar? Ketika duka seorang diplomat muda telah menjadi atensi nasional, wajar ada pertanyaan tentang absennya suara langsung dari pimpinan tertinggi diplomasi Indonesia.
Ini bukan sekadar soal protokol. Namun, tentang kepemimpinan, empati, dan kehadiran di saat yang paling krusial.
Bukankah seorang Menteri Luar Negeri adalah wajah diplomasi kita di mata dunia? Juga, representasi tertinggi bagi para diplomat yang mengemban tugas berat di pelosok bumi. Ketidakhadiran Menlu untuk menyampaikan belasungkawa secara langsung, atau setidaknya memberikan pernyataan pribadi yang tegas dan menenangkan, boleh jadi dimaknai sebagian pihak sebagai sinyal yang kurang tepat.
Ada pertanyaan besar yang menggantung. Ke mana Menlu? Apakah agenda-agenda diplomasi yang mungkin sangat padat memang bisa menjadi alasan tunggal untuk absen dalam tragedi sensitif seperti ini? Publik berhak tahu. Para diplomat muda yang saat ini bertugas di luar negeri juga perlu merasa bahwa pimpinan mereka berdiri tegak di samping mereka, menghargai pengorbanan, dan melindungi mereka sepenuhnya.
Keheningan ini tidak hanya meninggalkan ruang hampa. Namun, juga dapat memicu spekulasi. Di era digital ini, ketika informasi menyebar begitu cepat dan aspirasi publik bergaung kuat di media sosial, seorang pejabat publik tidak bisa lagi bersembunyi di balik formalitas. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci, terutama dalam isu-isu yang menyentuh emosi dan rasa keadilan publik.
Sudah saatnya Menlu muncul ke hadapan publik. Sampaikanlah belasungkawa secara langsung. Berikan jaminan bahwa negara akan mengusut tuntas segala hal terkait kepergian Arya Daru, jika memang ada yang perlu diusut. Tunjukkanlah kepada keluarga almarhum dan seluruh korps diplomatik bahwa pengorbanan mereka tidak sia-sia dan bahwa negara hadir sepenuhnya untuk mereka.
Keheningan di tengah duka ini adalah sebuah anomali yang perlu segera diperbaiki. Kepemimpinan sejati teruji di saat-saat sulit, dan publik menanti suara sang Menteri. (*)