KabarBaik.co- Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Kondisi finansial mereka menyimpan tanya. Pada rentang 10 tahun terakhir, utangnya membengkak. Jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Beban utang itu di luar utang negara atau pemerintah.
Hal itu diungkap dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan sejumlah BUMN, Rabu (5/3). Yakni, direktur utama (Dirut) PT Wakita, PT Wika, PT Adhi, PT Hutama Karya dan PT Abipraya. ‘’Sebetulnya menyedihkan BUMN Karya ini. Itu naiknya utang Rp 181 triliun, sampai September 2024,’’ kata Darmadi Durianto, anggota Komisi VI DPR.
Dia mengaku khawatir BUMN Karya itu menjadi BUMN zombie seperti mayat hidup. Darmadi pun membacakan dalam RDP tersebut. Perinciannya, PT Brantas Abripraya, utang sebelumnya Rp 1,2 triliun era Presiden SBY, utang sekarang per September 2024 menjadi Rp 6,9 triliun. Lalu, PT Adhi Karya, utang sebelumnya Rp 8,7 triliun, sekarang per September 2024 menjadi Rp 25,3 triliun.
Kemudian, PT Waskita Karya, sepuluh tahun lalu masih Rp 9,69 triliun, per September 2024 membengkak jadi Rp 80,850 triliun. Artinya, ada kenaikan lebih dari Rp 70 triliun. PT Wijaya Karya (WIKA), sebelumnya Rp 11 triliun, per September 2024 mencapai Rp 50,721 triliun atau naik hampir Rp 39 triliun. Dan, Hutama Karya, sebelumnya cuma Rp 5 triliun, kini Rp 53 Triliun.
“Dahsyat kan, kemana uang ini? Utang-utang ini diapakan,” ungkap politikus asal PDI Perjiangan itu.
Menanggapi itu, Guru Besar Unair Prof Henry Subiakto menyatakan, mendengar pernyataan dan penjelasan anggota DPR RI dari Komisi VI Darmadi Durianto terkait utang BUMN Karya, belakangan ini sungguh sangat memprihatinkan. ‘’BUMN Karya dalam 10 tahun terakhir menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur Indonesia yang kita banggakan. Penggerak Pembangunan infrastruktur yang membuat Presiden Jokowi dinilai “sukses membangun Indonesia” oleh para pengagumnya,’’ tulis Henry di X, Minggu (9/3)..
Tapi, lanjut dia, ternyata di balik kerja BUMN Karya justru terjadi pembengkakkan utang korporasi di luar utang negara. Saat BUMN-BUMN berjibaku memperoleh mandat bekerja untuk kemajuan infrastruktur, justru manajemen mereka terpuruk dalam utang korporasi yang harus mereka tanggung di luar utang pemerintah.
‘’Lalu siapa yang harus tanggung jawab terhadap hutang-hutang yang membelit dan bisa membangkrutkan korporasi BUMN-BUMN Karya ini? Siapa yang harus menjelaskan kepada rakyat terkait mengapa begitu banyaknya hutang baru hingga membuat BUMN-BUMN tersebut merugi dan kesulitan karena terlilit hutang sedemikan besar?’’ ungkapnya.
Henry menambahkan, apakah ini semua juga karena adanya kesalahan manajemen pengelolaan negara, dan adanya penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi besar-besaran yang biasa terjadi di berbagai sektor belakangan ini? ’’Rakyat tentu ingin mendapatkan penjelasan yang gamblang dan rencana penyelesaiannya,’’ pungkasnya. (*)






