KabarBaik.co- Masyarakat Jawa dikenal memiliki berbagai macam kepercayaan dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Salah satu yang masih sering terdengar dalam kehidupan sehari-hari adalah larangan makan sambil menyangga piring atau dalam bahasa Jawa disebut “mangan ngetompo piring”. Meski tampak sepele, larangan ini sarat akan makna simbolis dan mistis yang diyakini dapat membawa pengaruh buruk bagi yang melanggarnya. Mitos ini bukan sekadar nasihat adat, namun juga menjadi bagian dari kearifan lokal yang membentuk tata krama dan perilaku masyarakat Jawa.
Makna dan Kepercayaan
Dalam mitos masyarakat Jawa, makan dengan menompo atau menyangga piring dianggap sebagai perbuatan yang tidak sopan dan bahkan bisa mendatangkan sial. Ada beberapa versi dari mitos ini yang berkembang di tengah masyarakat:
1. Mengundang Kemiskinan
Konon katanya, siapa pun yang makan sambil menyangga piring akan sulit mendapatkan rezeki. Tindakan ini melambangkan ketidakbersyukuran dan bisa membuat rezeki menjauh. Orang tua zaman dahulu sering menasihati anak-anaknya bahwa makan dengan posisi seperti itu menyerupai orang miskin yang tidak memiliki meja, sehingga menjadi simbol kesusahan dan kekurangan.
2. Pertanda Kematian Orang Tua
Versi lain yang lebih menakutkan menyebutkan bahwa makan dengan menyangga piring bisa menjadi pertanda buruk: konon, jika kebiasaan ini dilakukan terus-menerus, salah satu orang tua bisa meninggal dalam waktu dekat. Mitos ini dipercaya sebagai bentuk penghormatan terhadap orang tua — dengan tidak melakukan kebiasaan yang mencerminkan ketidaksopanan.
3. Disukai oleh Makhluk Halus
Ada juga kepercayaan bahwa posisi makan seperti ini menarik perhatian makhluk halus. Menyangga piring diyakini menyerupai cara makan bangsa jin, sehingga seseorang yang melakukannya bisa secara tidak sadar “diikuti” atau bahkan “ditempeli” oleh makhluk tak kasat mata.
4. Simbol Anak Durhaka
Dalam nilai-nilai adat Jawa, posisi makan seperti ini juga disimbolkan sebagai tindakan seorang anak yang tidak tahu tata krama. Dikatakan, anak yang sering makan dengan cara ini adalah anak yang kelak durhaka kepada orang tuanya dan tidak mendapat berkah dalam hidup.
Filosofi di Balik Larangan
Jika ditelaah lebih dalam, larangan ini sesungguhnya mengajarkan etika dalam bersantap. Makan dengan piring disangga dianggap tidak sopan karena menunjukkan ketergesa-gesaan, ketidaktertiban, dan kurangnya rasa hormat terhadap makanan. Selain itu, ajaran ini juga merupakan bentuk pengingat untuk selalu makan dengan cara yang pantas dan beradab.
Mitos makan dengan menyangga piring merupakan salah satu dari sekian banyak kepercayaan masyarakat Jawa yang menyimpan makna simbolis dan filosofis. Meskipun sebagian besar generasi muda saat ini menganggapnya sebagai takhayul, namun ajaran moral di balik mitos ini tetap relevan: mengajarkan kesopanan, penghargaan terhadap makanan, dan pentingnya menjaga tata krama dalam kehidupan sehari-hari. Mitos seperti ini adalah cermin dari nilai-nilai luhur yang telah mengakar dalam budaya Jawa, yang sepatutnya dihargai, dipahami, dan dilestarikan — bukan semata ditakuti.