KabarBaik.co – Persebaya sudah melakoni 10 laga bersama pelatih Eduardo Perez. Namun, sejauh ini hasilnya terbilang minor. Bagi sebagian pendukung, aksi skuad Green Force dianggap kurang ngosek. Terlebih, dalam beberapa kali laga terakhir tim kesayangan warga Surabaya itu juga panen kartu merah. Karena itu, belakangan suara “Edu Out” pun mulai lamat-lamat terdengar.
Perjalanan Persebaya di musim ini memang masih panjang. Dari 34 laga kandang dan tandang, baru menjalani 10 pertandingan. Artinya, masih menempuh 24 kali pertandingan lagi. Namun, dengan materi yang sebetulnya relatif menjanjikan, tentu para pendukung berharap banyak. Terlebih, Persebaya adalah nama besar dan legendaris dalam sepak bola Indonesia.
Pada laga ke-10 menghadapi Persik Kediri di Stadion Gelora Joko Samudro, Gresik, Jumat (7/11) malam, Persebaya kembali gagal meraih kemenangan. Pertandingan harus berakhir imbang 1-1. Hasil ini membuat tim Bajol Ijo tertahan di papan tengah klasemen Liga 1 dengan 15 poin — hasil dari 4 kali menang, 3 kali seri, dan 3 kali kalah.
Meski satu poin berhasil diamankan, kekecewaan suporter sulit dibendung. Sorakan bernada frustrasi menggema dari tribun penonton, bahkan sebagian meneriakkan “Edu Out” usai laga. Situasi ini menjadi simbol mulai menipisnya kesabaran pendukung terhadap performa tim yang tak kunjung stabil.
Masalah kedisiplinan turut memperkeruh situasi. Dalam sepuluh laga musim ini, sudah lima kali pemain Persebaya diusir wasit dari lapangan. Dejan Tumbas di awal musim, Leo Lelis dan Mikael Tata saat melawan PSBS Biak, serta Francisco Rivera yang dua kali menerima kartu merah — termasuk saat menghadapi Persik.
Eduardo Perez berulang kali menegaskan bahwa timnya masih dalam proses pembentukan karakter dan stabilitas. “Kami harus belajar mengontrol emosi dan bermain lebih tenang. Ini bagian dari proses,” ujarnya.
Namun, di tengah proses yang dimaksud Edu, animo penonton di Stadion Gelora Bung Tomo tampak mulai menurun. Tribun yang dulu selalu penuh warna kini terlihat lebih lengang. Banyak suporter memilih menonton siaran televisi ketimbang datang langsung ke stadion, sementara kritik terhadap sang pelatih semakin ramai di media sosial.
Musim Liga 1 memang masih cukup panjang. Tetapi tanda-tanda ketidakpuasan sudah terlihat jelas. Dukungan yang biasanya bergemuruh di stadion kini berubah menjadi ujian kesabaran. Jika tak ada perbaikan nyata dalam waktu dekat, bukan mustahil seruan “Edu Out” akan terdengar makin nyaring di setiap laga berikutnya.
Di tengah sorotan tersebut, mulai muncul suara lirih dari kalangan suporter agar manajemen Persebaya segera menyiapkan opsi alternatif. Salah satu nama yang santer disebut adalah Bernardo Tavares, pelatih berpengalaman asal Portugal yang baru saja meninggalkan PSM Makassar.
Tavares resmi berpisah dengan Juku Eja selepas pekan ketujuh BRI Super League 2025/2026. Setelah 3,5 musim bersama PSM, ia pamit pada 1 Oktober 2025 melalui unggahan di media sosial. Alasan kepergiannya cukup serius, penunggakan gaji selama lima bulan. Bahkan sebelum mundur, Tavares sempat menyinggung hal itu dalam konferensi pers seusai laga PSM kontra PSIM Yogyakarta, Sabtu (27/9).
“Terkait gaji masih tetap sama, masih tetap lima bulan. Bayangkan kalian tidak menerima gaji kalian selama lima bulan. Tapi kami tetap profesional,” ujar Tavares kala itu.
Meski berpisah dengan nada getir, rekam jejak Tavares tak bisa dipandang sebelah mata. Ia merupakan sosok bermental juara yang membawa PSM menjuarai BRI Liga 1 2022/2023, serta mengantar tim tersebut ke final Piala AFC 2022 zona ASEAN.
Pelatih kelahiran Proenca-a-Nova, Portugal, pada 2 Mei 1980 itu dikenal sebagai arsitek cerdas yang mampu memaksimalkan potensi pemain lokal. Ketika datang ke PSM pada April 2022 menggantikan Joop Gall, Tavares langsung menunjukkan magisnya. Dengan skuad yang terbilang sederhana, ia sukses menyulap Pasukan Ramang menjadi tim yang tangguh dan sulit dikalahkan. Dari 129 laga, ia mencatat 55 kemenangan, 44 hasil imbang, dan hanya 30 kekalahan.
Sebelum meniti karier di Indonesia, Tavares telah menapaki banyak pengalaman di berbagai negara. Ia pernah menjadi pelatih muda Benfica, asisten pelatih Sporting CP, hingga menjajal petualangan ke Afrika, India, Maladewa, dan Makau. Bahkan, pada 2017 ia sukses membawa New Radiant menjuarai Liga Maladewa, salah satu pencapaian yang menandai reputasinya di Asia.
Dengan pengalaman dan reputasi itu, tak heran bila sebagian pendukung Persebaya kini mulai melirik sosok Tavares sebagai figur ideal untuk mengangkat kembali kejayaan Bajol Ijo.
Kini bola panas berada di tangan manajemen. Di tengah tekanan suporter dan performa tim yang belum stabil, keputusan mempertahankan atau mengganti Eduardo Perez bisa menjadi titik balik perjalanan Persebaya musim ini. (*)






