Pemeras Berkedok Wartawan

oleh -1061 Dilihat
BAMBANG

OLEH: BAMBANG YULIANTO*)

RIAK-riak kembali menyasar wartawan. Memprihatinkan sekaligus mencoreng profesi yang sejatinya mulia itu. Dua insiden terjadi hampir bersamaan. Yakni, di Bojonegoro dan Tuban, Jawa Timur. Kasus hukum yang sama-sama mencatut nama wartawan.

Pertama, perkara pembacokan di lokasi tambang yang terjadi di wilayah hukum Polres Tuban. Korban dari aksi brutal pembacokan tersebut mengaku sebagai wartawan dari salah satu media online. Kasus kedua, penangkapan dua tersangka pemerasan di wilayah hukum Polres Bojonegoro. Keduanya diduga melakukan pemerasan terhadap rekanan atau kontraktor. Salah seorang tersangka juga mengaku sebagai wartawan.

Dari dua perkara tindak kriminal tersebut, penulis berasumsi dan berkesimpulan bahwa setidaknya ada ketidakberesan pada kedua belah pihak yang berperkara. Baik itu pelaku tambang, kontraktor, maupun pelaku pemerasan yang menyaku sebagai wartawan itu sendiri.

Ada benang kusut yang harus diurai. Ada sengkarut persoalan yang harus ditangani aparat berwenang. Ada aturan-aturan main yang harus dituntaskan. Tentu dengan mengacu regulasi. Tidak ada impunitas terhadap pelanggar Undang-undang. Mengingat semua warga sejajar dalam regulasi dan aturan yang ada.

Benang hitam tentang adanya oknum wartawan yang meresahkan dan memeras, acapkali bersiul dari cuitan para aparatur negara hingga perangkat desa. Terutama bagi kontraktor yang mengerjakan sebuah proyek fisik maupun pelaku tambang yang nakal.

Mengacu pada dua perkara di atas, tentu ketidakberesan pada pelaku tambang bisa saja gegara legalitas atau masalah perizinan. Apakah itu izin analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) maupun persoalan sosial lainnya yang rentan terjadi di wilayah terdampak tambang.

Sementara perkara di Bojonegoro, indikasi ketidakberesan pada kontraktor tampaknya cukup kuat. Sebab, sudah sempat terjadi transaksional dengan angka nominal yang disepakati antara pihak kontraktor dan pelaku pemerasan. Hal itu tentu cukup menguatkan sinyalemen adanya dugaan ketidakberesan pada kontraktor dalam pengerjaan proyeknya.

Karena itu, butuh sikap tegas dari aparat penegak hukum. Jika petugas mampu bertindak tegas, setidaknya pertumbuhan pelaku tambang yang diduga ilegal, yang marak terjadi, tentu bisa diminimalkan. Bukan malah memberikan celah atau peluang ‘’delapan enam’’ kepada pelaku tambang nakal.

Perusahaan tambang atau kontraktor juga sepatutnya tidak sengaja menciptakan “lubang-lubang”. Artinya, kinerja perusahaan tambang maupun kontraktor harus tepat dan baik serta profesional. Tidak menyalahi aturan-aturan. Sepatutnya, kontraktor mengerjakan proyek berkualitas sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB).

Bukan sebaliknya, memainkan material hingga mengurangi kualitas proyek demi keuntungan. Begitu pula, perusahaan tambang harus memenuhi semua perizinan, walaupun izin usaha tambang mungkin cukup banyak. Apalagi, tambang rentan bersinggungan pada kerusakan lingkungan dan konflik sosial.

Jika kontraktor dan perusahaan tambang bekerja sesuai aturan yang utuh, tentu tidak ada celah bagi oknum yang hendak melakukan tindakan kejahatan. Tidak terkecuali oknum yang mengaku sebagai wartawan.

Dewan Pers Harus Bersikap Tegas

Sikap tegas ini juga perlu dilakukan Dewan Pers. Sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan khusus, Dewan Pers seharusnya mampu untuk menuntaskan ketidakberesan terhadap media-media yang wartawannya terlibat tindak pidana.

Selain itu, pertumbuhan media yang tidak dibarengi dengan legalitas serta sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, maka sangat berpotensi melahirkan “pemeras-pemeras” baru. Dan, kebijakan tegas itu berada di tangan Dewan Pers.

Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) Dewan Pers, terkait banyaknya penyalahgunaan profesi wartawan yang menjelma sebagai pemeras. Filterisasi dan ketegasan kebijakan diperlukan. Jika dibiarkan atau tidak menjadi isu utama, tentu menjamurnya media abal-abal ini akan terus berkembang. Subur.

Mirisnya media-media yang tidak kompeten ini hanya dibutuhkan dan digunakan sebagai kedok untuk melakukan pemerasan maupun tindak kriminal lainnya, yang mengatasnamakan media. Sebuah itikad buruk yang menodai wajah pers Indonesia.

Padahal, betapa sulitnya seorang wartawan melahirkan sebuah berita. Butuh waktu untuk mencari referensi. Butuh tenaga untuk liputan di lokasi. Butuh pengetahuan untuk mengoneksikan dengan riset atau kajian ilmiah.

Setiap hari, pengguna smartphone membaca berita dari media-media digital. Atau di rumah menonton televisi menampilkan tajuk-tajuk berita yang update. Atau membaca koran bagi masyarakat yang berlangganan. Betapa berharganya sebuah berita. Ditulis secara cermat dengan angle yang akurat dan tulisan tanpa salah ketik.

Jurnalisme menjadi pilar keempat demokrasi. Menjalankan fungsi kontrol ketika pemerintah menyimpang dari norma etika dan aturan. Mengingat jurnalis sebagai profesi, tentu ada seperangkat aturan yang mengaturnya.

Dari berbagai referensi, kerja jurnalistik tidak ada hubungannya dengan suap dan pemerasan. Dua kutub berbeda dan terpisahkan. Tentu, jika ada oknum wartawan meminta suap dan memeras, sudah sewajarnya ditangani secara hukum pidana oleh kepolisian. Sebab, hal itu sudah termasuk pelanggaran cukup berat dan fatal, serta menyalahi khittah profesi jurnalis.

Sebaliknya, jika ada dugaan pelanggaran dalam kerja-kerja jurnalistik, ada jalur-jalur tersendiri ketika terjadi sengketa pers. Semua sudah diatur dalam regulasi. Tentu, jika ada pengaduan dalam kerja-kerja jurnalistik, menjadi lembaran baru bagi wartawan atau media untuk terus berbenah.

Berdasar data yang dihimpun dari Dewan Pers, pengaduan sengketa pemberitaan ke Dewan Pers masih marak terjadi. Pada 2024 (Januari-Juni) ada sebanyak 320 pengaduan dan 221 perkara selesai. Angka ini diprediksi akan terus meningkat, dari tahun ke tahun.

Pada 2023 ada 813 pengaduan sengketa pers diterima Dewan Pers. Dan, sebanyak 794 perkara tuntas. Pada 2022, ada 691 sengketa pers diadukan ke Dewan Pers. Dan, 95 persen perkara tuntas atau 663 perkara selesai. Pada 2021, ada 774 pengaduan pers, dan 681 perkara selesai. Pada 2020 ada 567 perkara pers dan 479 sengketa selesai.

Mengacu kode etik jurnalistik, perilaku dan tindakan wartawan dalam kegiatan jurnalistik termaktub pada Pasal 2 berkaitan wartawan Indonesia menempuh cara-cara profesional dalam tugas-tugas jurnalistik. Meliputi berita tidak plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri. Tidak menyuap hingga menghormati hak privasi.

Pasal 6 menjelaskan, wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Sedangkan, Pasal 9 menjabarkan, wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Heruthahjo Soewardojo dalam buku Mengadu(kan) Pers: Kumpulan Untold Story Penanganan Pengaduan di Dewan Pers menyebutkan, bahwa pengaduan ke Dewan Pers setiap tahun cenderung meningkat. Tingginya angka pengaduan masyarakat ke Dewan Pers, juga disebabkan karena peningkatan kesadaran masyarakat terkait sosialisasi dan literasi.

Di sisi lain, sejak 9 Februari 2012, Dewan Pers dan Polri menyepakati nota kesepahaman penyelesaian kasus sengketa pers sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Isi nota kesepahaman ini prinsipnya menegaskan, siapa pun yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers semestinya mengadukan perkaranya ke Dewan Pers, bukan ke polisi.

Arus informasi terus bergulir. Kebebasan pers menjadi elemen tsunami informasi. Beratnya proses jurnalistik, harus menjadi fondasi bagi semua saja yang hendak mendirikan perusahaan pers.

Wartawan harus lulus uji kompetensi. Begitu pun, media harus lulus verifikasi. Faktual maupun secara administrasi. Nama wartawan sudah bersertifikasi dapat diakses di laman Dewan Pers. Begitu pun, media sudah lulus verifikasi juga bisa dipantau melalui aplikasi. (*)

*) BAMBANG YULIANTO, Jurnalis Metro TV

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Hardy


No More Posts Available.

No more pages to load.